Implementasi Konsep One Health, BKSDA Sumsel Gelar Seminar dan Pelatihan Penanganan Primata Hasil Sitaan

2 Feb 2023
Admin YIARI

Implementasi Konsep One Health, BKSDA Sumsel Gelar Seminar dan Pelatihan Penanganan Primata Hasil Sitaan

oleh | Feb 2, 2023

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) bersama The Aspinall Foundation Indonesian Program (TAF-IP) menyelenggarakan seminar sehari dan pelatihan penanganan primata hasil sitaan atau serahan pada Senin (30/01), di kantor Resort Konservasi Wilayah IV Kota Palembang. Kegiatan ini guna penyelamatan dan penanganan primata hasil sitaaan atau serahan sukarela untuk melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan protokol dan prosedur yang ada serta mengantisipasi potensi terjadinya zoonosis.

Salah satu konsep yang tumbuh mengenai hubungan manusia, satwa liar, dan lingkungan adalah One Health. Konsep ini lebih menekankan kemanunggalan kesehatan manusia, kesehatan satwa, kesehatan tumbuh-tumbuhan, kesehatan lingkungan, dengan kesehatan planet bumi sebagai sebuah kesatuan. Pendekatan One Health dilaksanakan dengan tiga prinsip, yaitu komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Hadir sebagai narasumber dalam seminar ini, Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata, drh. Ida Mansur dari TAF-IP, dan drh. Wendi Prameswari dari YIARI, yang dilanjutkan dengan pelatihan melalui fasilitasi dari TAF-IP dan YIARI.

Kepala BKSDA Sumsel, Ujang Wisnu Barata mengatakan bahwa 80% satwa liar bernilai penting dan terancam punah berada di luar kawasan konservasi, sehingga menyebabkan potensi interaksi negatif satwa dan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan konservasi perlu didukung dengan upaya konservasi pada kawasan di sekitarnya.

Dokter hewan Purbo Priambada dan dokter hewan Wendi Prameswari memeragakan cara penanganan kukang sumatra yang tepat dan aman bagi para peserta pelatihan (Rendi Afandi | Yayasan IAR Indonesia)

“Telah banyak regulasi terkini yang menjadi jalan tengah, misal koridor, bagaimana kawasan bernilai konservasi tinggi dikelola bersama oleh para pihak. Selain itu, juga terdapat pedoman bagaimana memperkuat dan mempertahankan kawasan konservasi tanpa membuka konflik baru, seperti kemitraan konservasi di dalam kawasan konservasi dan perhutanan sosial di luar kawasan konservasi”, kata Kepala Balai Ujang saat menyampaikan paparannya dengan tema perlindungan satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi di Sumatera Selatan.

Narasumber lainnya, drh. Ida Masnur dari TAF-IP menyampaikan materi tentang pengelolaan primata di Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS)-Primata Jawa di Jawa Barat dan PRS-Lutung Jawa di Jawa Timur. Saat ini terdapat tiga jenis primata yang dikelola, yaitu lutung jawa (Trachypithecus auratus), surili jawa (Presbytis comata), dan owa jawa (Hylobates moloch). Dalam panduan rehabilitasi satwa yang dipedomani, Best Practise Guidelines for the Rehabilitation and Translocation of Gibbons, drh. Ida menjelaskan skema rehabilitasi satwa meliputi kedatangan satwa-karantina, fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pemeriksaan kesehatan, pengayaan perilaku, kajian lokasi pelepasliaran, dan animal welfare.

Panduan rehabilitasi satwa tersebut juga dipedomani oleh YIARI dalam penanganan satwa. Dalam pemaparannya, drh. Wendi Prameswari dari YIARI menerangkan bahwa saat ini terdapat dua lokasi PRS Primata yang dikelola YIARI yaitu di Bogor (rehabilitasi kukang) dan Ketapang (rehabilitasi orangutan).

Peserta dari tiap instansi mengemukakan pendapat dan belajar bersama mengenai penanganan yang baik dan tepat bagi primata, terutama mereka yang dievakuasi dari hasil pemeliharaan, perdagangan, ataupun perburuan (Rendi Afandi | Yayasan IAR Indonesia)

“Penanganan atau proses evakuasi yang dilakukan YIARI terbagi menjadi dua upaya, yaitu rilis atau rehabilitasi. Proses rilis dapat dilakukan dengan kriteria kondisi kesehatan bagus, misalnya pada kukang dengan kondisi gigi bagus dan lengkap, tidak ada luka, serta mata normal. Sebaliknya, dilakukan rehabilitasi jika kondisi kesehatannya tidak baik”, ungkapnya.

Dalam pelatihan penanganan primata hasil sitaan atau serahan, peserta diedukasi penerapan praktik handling satwa dan penanaman microchip pada satwa kukang sebagai obyek pembelajaran. Tujuan pemasangan microchip pada satwa adalah untuk identifikasi dan memudahkan penelusuran keberadaan satwa tersebut.

Selain diikuti jajaran pegawai Balai KSDA Sumatera Selatan dan petugas PRS-RKW IV Kota Palembang, pada seminar dan pelatihan ini turut hadir dari unsur Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Palembang, Dinas Pemadaman Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Palembang, dan Yayasan ALOBI.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Sumber: Balai KSDA Sumatera Selatan

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait