Bersama dengan Balai Besar KSDA Jawa Barat (BBKSDA Jabar), kami mengadakan diskusi kelompok terpumpun (DKT)/ focus group discussion bagi pihak-pihak yang berkontribusi dalam penanganan dan penyelamatan satwa liar di sekitar Jawa Barat. Pihak-pihak ini di antara lain ialah BBKSDA Jawa Barat, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS), hingga Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten dan Kota Bogor. Kegiatan ini berlangsung pada hari Rabu (18/10) di Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Babakan Madang, Bogor.
Kegiatan ini dibuka oleh Bapak Irawan Asaad, S.T., M.Sc., Kepala BBKSDA Jawa Barat dan diawali dengan pemberian materi oleh beberapa narasumber yakni drh. Indri Saptorini (YIARI), drh. Muhammad Piter Kombo (Jagat Satwa Nusantara, Taman Mini Indonesia Indah) dan drh. Ida Masnur (Aspinall Foundation). Materi yang diberikan kepada peserta mengenai penanganan dan penyelamatan untuk kukang, burung serta primata lainnya seperti lutung dan owa. Tidak lupa terdapat pengantar materi mengenai gambaran penguatan upaya penyelamatan satwa oleh Ir. V. Diah Qurani Kristina, M.Si., mewakili BBKSDA Jawa Barat.

“Saat ini kalau ada apa-apa, masyarakat itu pasti cari damkar. Ada ular masuk rumah cari damkar, ada anak yang kepalanya tersangkut cari damkar,” ucap Ibu Diah. Tidak sedikit laporan dari masyarakat kepada pemadam kebakaran mengenai satwa liar yang masuk ke rumah ataupun satwa liar yang dipelihara kemudian kabur bahkan menyerang pemiliknya. BKSDA juga terkadang mendapatkan laporan dari masyarakat untuk penyerahan satwa liar.
Materi yang disampaikan kepada peserta ditekankan pada bagaimana cara handling dan restrain satwa liar untuk menjaga keselamatan petugas lapang serta satwa liar. Selain itu, pemateri juga menyampaikan hal-hal yang harus diperhatikan saat memindahkan satwa liar yakni disarankan untuk menghindari translokasi satwa saat siang hari karena suhu udara yang tinggi dan berpotensi menimbulkan stres pada satwa.
drh. Ida Masnur menyampaikan kepada peserta bahwa tantangan terbesar dalam upaya penyelamatan satwa liar adalah kesabaran. Menghadapi satwa liar harus sabar dan kita tidak bisa memaksakan kehendak kita pada mereka, jika itu terjadi maka satwa akan stres. Informasi yang ada di lapangan dan kondisi satwa sangat diperlukan, semakin lengkap informasi yang diberikan pada pihak rehabilitasi dapat membantu proses penanganan dan penyelamatan satwa liar.
Setelah pemaparan materi, peserta dibagi menjadi empat kelompok untuk melaksanakan diskusi kelompok terpumpun dengan beberapa studi kasus yang diberikan oleh pendamping. Setiap kelompok terdiri dari berbagai pihak yang turut berkontribusi dalam penanganan dan penyelamatan satwa liar sehingga kasus dapat diselesaikan dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

Setiap kelompok mendapatkan kesempatan memaparkan hasil diskusi selama kurang lebih 15 menit dan mendapatkan tanggapan dari kelompok lain. Diskusi berlangsung baik karena peserta membahas dengan melihat kondisi dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di lapangan dengan seksama.
Harapan dari diadakannya kegiatan ini adalah peserta yang hadir memahami proses pelaporan, penyelamatan, dan penanganan satwa liar, menindaklanjuti pelaporan dan menentukan langkah selanjutnya dalam penyelamatan satwa liar, mendapatkan gambaran mengenai langkah-langkah penanganan satwa setelah penyelamatan, serta terjalinnya komunikasi para pihak yang terlibat dalam proses penyelamatan dan penanganan satwa liar.
Dalam sesi penutup, Richard Stephen Moore, Advisor Program YIARI menyampaikan inisiatif dari DKT ini sebaiknya tidak berhenti di proses penyelamatan satwa liar saja, namun juga penyadartahuan ke masyarakat tentang hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan terhadap satwa liar untuk mengurangi kasus temuan satwa liar di masyarakat. “Upaya-upaya penanganan dan penyelamatan yang sudah kita diskusikan, akan lebih baik jika dibarengi dengan pemikiran ke arah edukasi ke masyarakat terkait larangan memelihara dan memburu satwa liar,” pungkasnya di akhir acara.
Dwi Nur Ayuni