Baru-baru ini, Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah menaikkan status monyet ekor panjang dari vulnerable ke endangered. Kenaikan status ini dikarenakan banyaknya kasus sedih yang mengancam kehidupan monyet ekor panjang. Mereka tidak lagi dapat hidup liar, dan dijadikan bahan uji bio medis, perdagangan ilegal, aksi hiburan topeng monyet, dan juga pemburuan liar. Meskipun sering kali kita jumpai, tanpa kita sadari keberlangsungan hidup monyet ekor panjang perlu menjadi perhatian kita.
Ancaman yang menyelimuti masa depan monyet ekor panjang ini dibahas dalam “Raising Awareness for Living Beings: Long-Tailed Monkey Conservation” yang merupakan judul dalam webinar PRIMALI Berdaya keempat, yang berlangsung pada 3 Juni 2022. Dalam acara webinar ini, dihadirkan dua pembicara yang ahli dalam bidangnya.
Pembicara tersebut adalah drh. Wendi Prameswari, Manager Manajemen Satwa di Yayasan IAR Indonesia (YIARI) Bogor dan Rheza Maulana, relawan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, serta bekerja di Southeast Asian Primatological Association.
Dalam webinar tersebut, para ahli yang menjadi narasumber memaparkan bahwa mekipun monyet ekor panjang populasinya tersebar di ruang lingkup kawasan Asia Tenggara, namun jumlah populasinya secara pasti masih menjadi tanda tanya besar, dikarenakan monyet ekor panjang merupakan satwa yang mudah untuk beradaptasi di berbagai macam lingkungan dan iklim cuaca. Monyet ekor panjang juga mudah dalam mencari makanan, dikarenakan mereka merupakan hewan omnivora.

Monyet ekor panjang merupakan makhluk sosial, mereka memiliki sistem berkelompok, maka ketika terdapat manusia yang memburu monyet ekor panjang, mereka harus memisahkan induk dengan anaknya. Tidak jarang, manusia dengan tega membunuh sang induk untuk mendapatkan anaknya, dan menjadikan mereka uji lab bio medis, atau dipelihara secara ilegal, serta diperdagangkan.
Dalam pemaparan materi dari drh. Wendi Prameswari, ia menjelaskan, “Mereka merupakan hewan yang hidup di alam liar, berkelompok hampir 50 ekor, dan memiliki fungsi tersendiri, seperti penyebar biji dan bagian dari rantai makanan di alam liar,” papar drh. Wendi dalam menjawab pertanyaan peserta. “Tidak hanya itu, satwa liar juga tidak boleh dipelihara karena dapat membawa dan menularkan penyakit, seperti penyakit AIDS, Salmonella, Ebola, dan Rabies,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Rheza Maulana menerangkan bahwa satwa liar tidak sama dengan hewan peliharaan, terutama monyet ekor panjang. Pada dasarnya, satwa liar, terutama monyet ekor panjang hidup berdampingan dengan satwa liar lainnya, dan mereka hidup jauh dengan manusia.
Dalam pemaparannya, Rheza Maulana mengatakan bahwa, monyet ekor panjang berisiko membawa penyakit kepada manusia. Terdapat sylvatic cycle, bagaimana penyakit yang seharusnya tersegel di dalam hutan, tetapi aktivitas manusialah yang melepas penyakit tersebut keluar, atau ke dunia manusia.

“Kebanyakan pandemi manusia yang terjadi sampai sekarang, diklasifikasikan sebagai zoonosis, atau penyakit yang menular dari satwa liar. Di antaranya sejarah panjang menyakit menular yang disebarkan oleh primata yang bukan manusia. Seperti AIDS, Rabies, dan Herpes,” ujar Reza.
Untuk itulah dari kegiatan webinar ini, kami mengimbau supaya keberadaan monyet ekor panjang dan satwa liar lainnya, tidak berada di ruang lingkup manusia. Habitat mereka berada di dalam hutan, sudah seharusnya manusia tidak mengambil mereka menjadi peliharaan atau tindakan-tindakan yang menganggu kesejahteraan mereka.
Program Integrasi Masyarakat dan Lingkungan Berdaya atau PRIMALI Berdaya yang merupakan sebuah program dibentuk oleh sekelompok mahasiswa pada awal Februari 2022 dalam mengintegrasi masyarakat dan lingkungan dalam menjaga kelestarian satwa liar di Indonesia. PRIMALI Berdaya sendiri merupakan bentuk kolaborasi antara mahasiswa dengan YIARI dalam mengadvokasi isu konservasi satwa liar di Indonesia.
Masih terdapat banyak insight yang dapat dipetik dari kegiatan webinar kemarin, tetapi alangkah baiknya kalian menonton tayangan ulangnya di channel youtube PRIMALI Berdaya pada link berikut ini:
Yuk, dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.
Syifa Nurul Amira