Kisah Perjalanan Translokasi Empat Satwa Liar, Dari Sumatera Hingga Papua

4 Agu 2022
Admin YIARI

Kisah Perjalanan Translokasi Empat Satwa Liar, Dari Sumatera Hingga Papua

oleh | Agu 4, 2022

Pernahkah kalian dengar berita tentang satwa-satwa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya? Perpindahan ini ada cerita dan alasannya. Terkadang kita menemukan satwa yang tidak berada di tempat yang seharusnya. Entah itu karena perdagangan ilegal, perburuan, maupun pemeliharaan satwa liar yang tidak seharusnya terjadi. Nah, selama tiga bulan kemarin, kami punya cerita tentang satwa-satwa liar yang ditemukan di satu daerah namun berbeda dengan habitat asalnya. Siapa aja sih, satwa-satwa itu?

Kisah pertama terjadi di bulan Mei kemarin. Bersama BKSDA Sumatera Barat, kami membantu rangkaian kegiatan persiapan translokasi kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) atau biasa disingkat KMB. Kura-kura ini ditranslokasikan dari Padang, Sumatera Barat ke Timika, Papua. Mereka diselamatkan dari perdagangan ilegal. Jumlahnya banyak banget, Sob. Sebanyak 472 ekor kura-kura moncong babi dan 6 ekor kura-kura baning coklat (Manouria emys) berhasil diamankan sebagai barang bukti oleh tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Sumbar bekerja sama dengan Ditreskrimsus Polda Sumbar pada 7 Maret 2022. Mereka direncanakan untuk diselundupkan ke luar negeri. Sedih sekali ya.

Karena jumlah kura-kura yang diamankan sangat banyak, kami turut membantu melakukan pengecekan kesehatan bagi kura-kura ini. Kami juga melakukan penyuluhan dan pelatihan bagi staf lapangan BKSDA Sumbar dan BBKSDA Papua mengenai cara menangani dan melakukan kesehatan kura-kura moncong babi. Mereka kemudian ditranslokasikan ke Papua pada 31 Mei 2022 oleh tim yang bertugas. Syukurlah, kegiatan translokasi ini berjalan dengan lancar.

Kura-kura moncong babi yang sedang diperiksa kesehatannya (Indri Saptorini | IAR Indonesia)

Kemudian ada Kaka, anak orangutan sumatera berjenis kelamin jantan yang sempat mampir ke pusat rehabilitasi kami di Bogor sebelum berpindah ke Sumatera Utara. Ia berusia 3 tahun ketika diserahkan sukarela oleh seorang warga Bogor kepada BBKSDA Jawa Barat pada 7 Januari 2022 lalu. Selanjutnya, Kaka dititiprawat di Pusat Rehabilitasi Satwa kami di Ciapus, Bogor. Kami sempat membantu perawatan dan pemeriksaan kesehatan Kaka selama ia dititiprawat.

Setelah kurang-lebih empat bulan direhabilitasi, Kaka kami antar ke salah satu mitra kerjasama BBKSDA Sumatera Utara, yaitu Yayasan Ekosistem Lestari (YEL-SOCP) di Batu Mbelin, Sibolangit pada 31 Mei 2022. Ia dipindah ke sana supaya mendapatkan perawatan dan program rehabilitasi yang lebih baik mengingat letak pusat rehabilitasinya yang lebih dekat dengan hutan Aceh bagian utara, tempat ia berasal. Kerjasama yang erat antara instansi pemerintahan dan yayasan non-profit membuahkan proses translokasi yang lancar dan bebas hambatan, Kaka sampai di pusat rehabilitasi orangutan sumatera YEL-SOCP dengan sehat dan selamat.

Kumbang ketika ditemukan terjerat dan hendak diberi penanganan medis (Rudiansyah | IAR Indonesia)

Satwa ketiga, yaitu kisah orangutan juga, namun kali ini ia berasal dari Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Kayong Utara. Kisah orangutan yang diberi nama Kumbang ini berawal dari adanya laporan warga mengenai adanya orangutan yang masuk ke desa mereka. Kumbang ditemukan dalam kondisi mengalami luka parah di pergelangan tangan kirinya akibat terkena jerat pemburu. Meskipun berhasil lolos, jerat tali sepanjang empat meter masih terikat erat dan menyebabkan luka yang cukup parah. Dari hasil pemeriksaan di lapangan oleh tim medis kami, diketahui lukanya sudah cukup parah dengan tali yang sudah masuk ke dalam daging dan tembus sampai ke tulang. 

Melihat kondisinya saat itu, tim penyelamat terdiri dari Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang Resort Sukadana, Yayasan IAR Indonesia (YIARI), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kayong Utara, Yayasan Palung, Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Padu Banjar, dan LPHD Pulau Kumbang memutuskan membawa Kumbang ke tempat rehabilitasi kami di Ketapang, Kalimantan Barat, yang mempunyai fasilitas perawatan satwa liar untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. 

Setelah menjalani pengobatan dan perawatan intensif selama empat bulan di fasilitas perawatan satwa liar YIARI, luka di tangannya sudah pulih total dan berdasarkan hasil pemeriksaan terakhir oleh tim medis YIARI dan BKSDA Kalbar, Kumbang sudah siap untuk dipulangkan ke habitat aslinya.

Kaka, salah satu orangutan sumatera yang merupakan korban pemeliharaan ilegal, sebelum ditranslokasi ke Yayasan Ekosistem Lestari (YEL-SOCP) (Fattreza Ihsan | IAR Indonesia)

Untuk mencapai titik pelepasan, tim harus menempuh perjalanan darat selama empat jam dan ditambah dengan satu jam perjalanan menyusuri sungai. Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan dipilih menjadi tempat pelepasan Kumbang karena berdasarkan hasil observasi lanskap, Kumbang memang berasal dari wilayah ini. Selain itu, berdasarkan survei yang telah dilakukan, hutan ini mempunyai banyak jenis pakan orangutan dan populasi asli orangutan yang ada belum terlalu banyak. Selain itu, wilayah ini juga dikelola secara kolektif oleh LPHD yang mempunyai tim patroli sehingga hutan ini relatif aman.

Cerita yang terakhir datang dari Oga, seekor owa jawa (Hylobates moloch) malang yang diselamatkan dalam keadaan tangannya putus karena tertembak. Ia dievakuasi BBKSDA Jawa Barat wilayah I Bogor setelah dipelihara selama lima tahun oleh seorang warga di daerah Depok, Jawa Barat. Untungnya, ketika diperiksa oleh tim medis kami kondisi Oga cukup sehat. Karena Oga berasal dari Jawa Barat, ia segera diantar menuju pusat rehabilitasi owa Aspinal Indonesia di Kabupaten Bandung, Jawa Barat untuk direhabilitasi 26 Juni lalu.

Oga, owa jawa yang berlengan satu ini tiba di Pusat Rehabilitasi Owa Yayasan Aspinall Indonesia pada 26 Juni 2022 (Muffidz Ma’sum | IAR Indonesia)

Pemilik Oga sebelumnya sudah kami ingatkan mengenai bahaya dari pemeliharaan primata yang dapat menularkan penyakit pada manusia (zoonosis). Sebab satwa yang berasal dari alam liar bisa jadi membawa penyakit yang mampu menular ke manusia, begitu pun  sebaliknya. Oleh karena itu, supaya tidak terdapat transfer penyakit antara keduanya, interaksi antara manusia dengan satwa liar sangatlah perlu untuk dibatasi.

Yuk, dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Heribertus/Fattreza

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Apr 1, 2024

Perlu Diketahui! 7 Jenis Plastik ini Sering Kita Pakai 

Sobat #KonservasYIARI pada mulanya plastik diciptakan manusia sebagai pengganti paper bag, loh! Seiring berjalannya waktu plastik diproduksi secara besar-besaran.  Tidak hanya itu, kini plastik sudah menjadi pencemar lingkungan seperti kemasan plastik sekali...

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait