Amin dan Shila, Penghuni Baru Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya

21 Jun 2017
Heribertus Suciadi

Amin dan Shila, Penghuni Baru Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya

oleh | Jun 21, 2017

 

Perjalanan ke tempat pelepasan orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya yang merupakan habitat aman bagi kehidupan satwa liar. Foto:Rudiansyah/IAR Indonesia

 

Setelah April lalu melepasliarkan Mimi, orangutan betina usia 10 tahun, Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) kembali merilis dua individu orangutan di area yang sama, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya.

Amin dan Shila, Jumat 9 Juni 2017, menjadi penghuni baru taman nasional yang kawasannya meliputi dua provinsi: Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pelepasliaran ini merupakan kerja bareng antara YIARI dengan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.

Amin adalah Pongo pygmaeus jantan yang diselamatkan dari PT. Karya Utama Tambang (KUT) pada 7 Maret 2013. Saat itu, usianya sekitar dua tahun. Amin dipelihara oleh salah satu pekerja tambang yang melaporkan keberadaannya ke BKSDA agar segera dievakuasi.

Saat ditemui, kondisi Amin memprihatinkan. Lehernya dirantai. Pemiliknya mengaku sempat memasang rantai di pinggang, seiring bertambah ukuran badan Amin, rantai itu dipindahkan ke leher. Ketika diselamatkan tim medis YIARI menemukan banyak bekas luka di beberapa bagian tubuhnya.

Sedangkan Shila merupakan orangutan berjenis kelamin betina usia tujuh tahun. Shila diserahkan oleh Yayasan Kobus di Sintang kepada YIARI pada 21 November 2014, dari Desa Monterado.

Shila dan Amin menjalani masa rehabilitasi di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan IAR Ketapang. Masa rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan sifat alami. Mereka belajar kemampuan dasar untuk bertahan hidup seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang.

Tahap akhir sebelum dilepaskan, tim YIARI memasukkan mereka ke pulau khusus untuk pengambilan data perilaku. “Sejauh ini perilaku Amin dan Shila positif. Mereka mahir memanjat, mencari makan, membuat sarang, jarang sakit dan tidak ada indikasi penyimpangan. Mereka siap dilepasliarkan di alam bebas,” ungkap drh. Sulhi Aufa, koordinator tim medis.

 

Hidup orangutan memang di hutan. Foto: Rudiansyah/IAR Indonesia

 

Perjalanan ke TNBBBR ditempuh 17 jam menggunakan mobil, ditambah berperahu 1 jam, dan dilanjutkan jalan kaki 4 jam. Untuk menurunkan tingkat stres, Amin dan Shila diistirahatkan di kandang habituasi satu malam, sebelum dilepaskan di titik yang telah ditentukan. Selama 1 – 2 tahun, keduanya akan dipantau dari bangun tidur hingga tidur lagi oleh tim monitoring.

“Pemantauan untuk memastikan kondisi mereka baik-baik saja dan bisa beradaptasi di alam bebas,” jelas drh. Adi Irawan, Manager Operasional YIARI. Tim monitoring merupakan warga desa penyangga TNBBBR yang cukup terlatih.

TNBBBR dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena statusnya yang taman nasional dapat menjamin keselamatan satwa, termasuk orangutan yang telah dilepasliarkan. Kondisi hutannya juga bagus dan pakan alami orangutan berlimpah. Potensi ini diketahui dari hasil survei tim YIARI 2011.

 

Tidak semua orangutan dapat dikembalikan ke hutan, rumah aslinya. Penyebabnya cacat permanen atau terlalu tua. Foto: Rudiansyah/IAR Indonesia

 

Proses panjang

Sampai saat ini, Pusat Penyelamatan dan Konservasi IAR Indonesia Ketapang menampung lebih dari 100 individu orangutan yang diperkirakan jumlahnya akan bertambah, sejalan hilangnya habitat mereka. Hal ini juga yang menyebabkan YIARI kesulitan menemukan hutan aman untuk pelepasliaran. Padahal, proses rehabilitasi orangutan bukan hal yang murah dan mudah. Perlu waktu tahunan.

“Proses rehabilitasi memakan waktu panjang dan dana tidak sedikit. Lamanya proses tergantung masing-masing individu,” ujar Karmele Sanchez, Program Direktur YIARI. Namun, ada beberapa individu yang tidak cukup beruntung kembali ke alam bebas. Beberapa dari mereka terlalu lama dipelihara dan mendapat perlakuan yang salah sehingga secara permanen kehilangan kemampuan bertahan hidup.

Struktur tulang yang berubah, usia terlalu tua, atau cacat permanen adalah beberapa penyebab individu orangutan tidak bisa kembali ke habitat aslinya. Mereka tidak mungkin bertahan di alam bebas dengan keterbatasan itu. “Artinya, mereka akan menjadi penghuni pusat rehabilitasi,” tuturnya.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Bukit Baka Bukit Raya merupakan gabungan Cagar Alam Bukit Baka di Kalimantan Barat dan Cagar Alam Bukit Raya di Kalimantan Tengah. Luasnya mencapai 181.090 hektare.

Kawasan ini memiliki peran penting sebagai Daerah Aliran Sungai Melawi di Kalimantan Barat dan Daerah Aliaran Sungai Katingan di Kalimantan Tengah. Di taman nasional ini ada 817 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 139 famili. Di kawasan ini hidup juga beruang madu, musang wisel, macan dahan, kucing hutan, babi hutan, dan berbegai jenis burung.

Selain TNBBBR, YIARI juga melepasliarkan beberapa individu orangutan di Taman Nasional Gunung Palung, dan Hutan Desa Pematang Gadung. Pelepasliaran kali ini merupakan yang ke empat di 2017.

 

 

Sumber : http://www.mongabay.co.id/2017/06/16/amin-dan-shila-penghuni-baru-taman-nasional-bukit-baka-bukit-raya/

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Apr 1, 2024

Perlu Diketahui! 7 Jenis Plastik ini Sering Kita Pakai 

Sobat #KonservasYIARI pada mulanya plastik diciptakan manusia sebagai pengganti paper bag, loh! Seiring berjalannya waktu plastik diproduksi secara besar-besaran.  Tidak hanya itu, kini plastik sudah menjadi pencemar lingkungan seperti kemasan plastik sekali...

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait