30 Ekor Kukang Jawa Kembali Hidup Bebas di Hutan Gunung Halimun Salak

20 Des 2019
Reza Septian

30 Ekor Kukang Jawa Kembali Hidup Bebas di Hutan Gunung Halimun Salak

oleh | Des 20, 2019

Sebanyak 30 individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) dilepasliarkan ke habitatnya di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi, Jawa Barat. Ketiga puluh primata yang dilindungi dan terancam punah tersebut merupakan hasil serahan masyarakat secara sukarela melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan BKSDA Jakarta yang selanjutnya dititiprawatkan di Pusat Rehabilitasi Primata milik Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (Yayasan IAR Indonesia), di Bogor, Jawa Barat.

Pelepasliaran kukang jawa ini dilaksanakan atas kerjasama antara BBKSDA Jawa Barat, Balai TNGHS dan Yayasan IAR Indonesia. Program pelepasliaran ini, selain memberikan kesempatan kedua bagi kukang hasil serahan, pelepasliaran primata endemik jawa itu juga menjadi salah satu upaya untuk mendukung keberlangsungan proses ekologis di dalam kawasan konservasi, serta menjaga dan meningkatkan populasi jenis primata sebagai satwa endemik yang jumlahnya kian menurun.

Ahmad Munawir selaku pelaksana tugas Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak mengatakan, pelepasliaran kukang ini terbagi ke dalam dua tahap.  Tahap pertama sebanyak 15 ekor sudah dilaksanakan pada Selasa (03/12) lalu, sedangkan tahap kedua sebanyak 15 ekor yang dilaksanakan pada hari ini Rabu (18/12).

“Primata yang terancam punah akibat perdagangan dan pemeliharaan ilegal itu telah menjalani perawatan di Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan IAR Indonesia, kaki Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Mengingat sebagian besar dari mereka merupakan kukang serahan yang kondisinya memang membutuhkan penanganan khusus untuk memulihkan perilaku alamiahnya agar mampu bertahan hidup kembali di alam bebas,” kata Munawir.

Ahmad Munawir, Ahmad Munawir, Kepala Balai TNGHS menempatkan kukang ke area habituasi di kawasan TNGHS, Rabu (18/12).

Munawir mengatakan, kawasan TNGHS dipilih sebagai lokasi lepasliar berdasarkan penilaian kesesuaian habitat yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim dari Balai TNGHS dan Yayasan IAR Indonesia. Kawasan TNGHS memiliki ekosistem yang dinilai cocok sebagai tempat pelestarian dan perlindungan terhadap kelangsungan hidup kukang dilihat dari aspek keamanan kawasan, ketersediaan pakan dan naungan, daya dukung habitat serta tingkat ancaman predator.  Harapannya dengan pelepasliaran di kawasan TNGHS ini, kukang-kukang itu dapat berkembang biak dan melangsungkan hidupnya dengan baik.

“Program pelepasliaran ini tidak hanya melibatkan tim dari Balai TNGHS dan tim Yayasan IAR Indonesia, namun kami juga melibatkan masyarakat lokal di sekitar lokasi pelepasliaran dalam setiap prosesi program konservasi kukang ini, dimulai dari translokasi hingga monitoring. Keterlibatan ini juga tentu diharapkan agar mereka bisa menjaga dan melindungi kukang di habitatnya dari berbagai ancaman,” pungkas Munawir.

Aris Hidayat, Manajer Operasional Yayasan IAR Indonesia mengatakan, satwa kukang yang akan dilepasliarkan ini telah menjalani proses dan tahapan yang panjang, dimulai dari karantina dan pemeriksaan medis guna memastikan mereka tidak mengidap penyakit, observasi perilaku, pengenalan pakan alami sampai mereka layak, dinyatakan sehat dan siap ditranslokasi untuk jalani habituasi. Proses panjang ini harus mereka jalani untuk mengembalikan sifat liar alaminya.

Tatat, satu dari 30 individu kukang yang akan dilepasliarkan berada di habituasi untuk beradaptasi dan mengenal lingkungan barunya di kawasan TNGHS.

Tahap akhir sebelum pelaksanaan pelepasliaran adalah habituasi.  Habituasi atau pembiasaan di rumah sementara adalah proses dimana kukang kukang tersebut ditempatkan disekitar lokasi pelepasliaran di area terbuka yang dikelilingi jaring dan fiber di dalam kawasan TNGHS. Di area habituasi itu tumbuh berbagai jenis pepohonan untuk pakan alamiah dan naungan kukang. Proses habituasi ini memakan waktu selama sekitar dua minggu untuk memberikan waktu kukang tersebut beradaptasi dan mengenal lingkungan barunya.

“Selama masa habituasi ini, tim di lapangan tetap mengamati dan mencatat perkembangan mereka setiap malamnya. Jika selama masa habituasi semua kukang aktif dan tidak ada perilaku abnormal, maka barulah mereka benar-benar bisa dilepasliarkan ke alam bebas,” terang Aris.

Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Kukang, primata yang masuk dalam daftar 25 primata terancam punah di dunia ini juga dilindungi oleh peraturan internasional dalam Apendiks I oleh Convention International on Trade of Endangered Species (CITES) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait