Zola yang Harus Merelakan Hutan Gambutnya Hilang

20 Feb 2017
Heribertus Suciadi

Zola yang Harus Merelakan Hutan Gambutnya Hilang

oleh | Feb 20, 2017

Yansyah, warga Dusun Pematang Merbau, melaporkan keberadaan satu individu orangutan di kebun nanas miliknya ke petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah 1 Ketapang, 30 Januari 2017 lalu. Dia menyebutkan, individu orangutan (Pongo pygmaeus) tersebut cukup besar.

Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Lindung – SKW I Ketapang bersama organisasi International Animal Rescue (IAR) Indonesia bergegas ke lokasi. Tepatnya, di Jalan Ketapang Tanjungpura Km. 9, Dusun Pematang Merbau, Desa Sungai Awan Kiri, Muara Pawan, Ketapang.

Tim melihat ratusan tanaman nanas telah rusak yang diperkirakan dimakan orangutan. Satu individu orangutan dewasa, berat sekitar 60 kilogram berada di lahan tersebut, tidak jauh dari areal perusahaan yang tengah membuat kanal.

Tim IAR segera melakukan penyelamatan. Mengembalikan orangutan itu ke habitatnya, agak mustahil karena hutan di sekitarnya kritis. Artinya, sama saja membiarkan konflik berulang lagi.

Miran, Staf Human Orangutan Conflict Rescue Team IAR Indonesia, mengatakan, tim memutuskan membius orangutan tersebut, yang kemudian dinamai Zola. “Tidak sulit menemukannya karena di lokasi itu hanya ada tiga pohon besar yang dapat dijadikan sarang.”

Tim medis bergerak cepak memeriksa kondisi fisik, mengambil sampel darah, dan  serta memasang microchip untuk mempermudah proses identifikasi. “Kondisi Zola baik, bila sudah stabil akan kita lepas kembali. Pasti tidak di wilayah ini karena hutannya sudah dibuka untuk perkebunan,” ujar Ayu Budi Handayani, Manager Animal Care IAR Indonesia.

Menurut keterangan Yansyah, pembuatan kanal PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa (MPK), sudah dimulai Desember 2016. Sejak itu, orangutan masuk ke kebun nanasnya. “Empat tahun saya berkebun nanas di sini, baru kali ini ada orangutan.”

Ratusan nanas yang dimakan Zola, menguatkan indikasi pohon pakan di habitatnya sudah habis. Zola yang diperkirakan berusia 22 tahun, memerlukan pakan yang cukup banyak. Di alam bebas, orangutan makan berbagai macam tumbuhan dan kadang jamur, madu serta serangga kecil.

Bagian tumbuhan yang biasa dimakan adalah buah, kulit, akar, dan pucuk daun. Buah mencapai 90 persen dari total yang dimakan. Sekitar 300 jenis buah di hutan tropis merupakan pakan orangutan.

Sebagai upaya animal welfare, Zola dititip-rawatkan di IAR Indonesia. “Penyelamatan Zola, merupakan hasil rescue dan penyerahan sukarela ke-22 kepada BKSDA Kalbar dari 2016 hingga Januari 2017,” tutur Kepala BKSDA Kalbar, Margo Utomo.

Izin perusahaan

PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa adalah perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH). Sekarang dikenal dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Konsesinya seluas 48.440 hektare, masuk dalam sub daerah aliran Sungai Tulak dan Sungai Pawan.

Dalam Ringkasan Kondisi dan Prospek Usaha PT. MPK, berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Skala 1 :250.000, disebutkan areal kerja IUPHHK-HA PT. MPK seluruhnya merupakan hutan produksi tetap.

Adapun kondisi penutupan lahannya, berdasarkan Peta Hasil Penafsiran Citra Landsat-7 ETM+Band 542 PalhlRow 121161 skala 1 : 100.000 hasil liputan 23 Juni 2007, sebagian besar berupa hutan rawa (84,03%), non hutan seluas 7.217 hektare (14,90 persen) dan tertutup awan seluas 519 hektare (1,07%), serta hutan sekunder seluas 40.704 Ha.

Di sebagian kawasan hutan ini, di sekitar Sungai Pawan dan Sungai Tulak, terdapat hutan rawa gambut yang sangat baik. Kondisi ini dicirikan adanya pohon ramin (Gonystylus bancanus), jelutung rawa (Dyeralowii), Tetramerista sp, Palaquium sp, Campnosperma sp, juga Dactylocladus sp. Pada hutan ini dijumpai jenis jenis Calophyllum dengan buahnya yang dapat dimakan serta beberapa rengas dari suku Anacardiaceae.

Dalam ringkasan kondisi dan prospek usaha IUPPH-HA PT. MPK, tercatat rencana kerja tahunan hingga 2048. Luas areal yang dapat digunakan adalah 36.788 hektare, sisanya masuk masa pengusahaan daur II. Potensi rata-rata areal hutan rawa bekas tebangan untuk kelas diameter 50 cm ke atas adalah 28.33 meter kubik per hektar.

Estimasi pendapatan selama 20 tahun masa izin perusahaan sebesar Rp3.459,999 miliar atau rata-rata Rp172,999 miliar per tahun, dengan jumlah produksi kayu 1.363.186,70 meter kubik.

PT. MPK adalah perusahaan yang disebut Badan Restorasi Gambut (BRG), berada di areal gambut. BRG menyebutkan, areal gambut yang berada di konsesi perusahaan ini harusnya masuk kawasan lindung. Bahkan, dalam Ringkasan Kondisi dan Prospek Usaha PT. MPK, disebutkan gambutnya mencapai 32 persen dari izin konsesi perusahaan yang dicantumkan dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000). Jenis tanah di konsesi tersebut 20,295 hektare merupakan aluvial, 15,501 hektare gambut dan sisanya 12, 644 hektare podsolik merah kuning.

Direktur Forestry PT. MPK, Edi Rahmad Lie, kepada media setempat, membantah telah melakukan pembukaan lahan di wilayah tersebut. “Belum melakukan pembukaan lahan, karena masih rapat bersama pihak terkait di provinsi maupun di kementerian untuk mendapatkan izin lanjutan. Termasuk menangani orangutan dan satwa dilindungi di konsesi perusahaan,” jelasnya.

 

Gambut yang penting sebagai penyimpan cadangan air harus dikelola dengan baik. Foto: Rhett Butler

 

Gambut dalam

Ketua IAR Indonesia, Tantyo Bangun, mengatakan pembukaan lahan oleh perusahaan merupakan anacaman serius terhadap habitat orangutan. “Kami mengkhawatirkan masa depan orangutan. Lahan yang akan mereka olah menjadi perkebunan merupakan lahan gambut dan rumah bagi 1.000 individu orangutan.”

Hasil temuan Flora Fauna International – Indonesia Program pada pemetaan gambut 2007, 2008, dan 2011 menunjukan tanah pada konsesi PT. MPK sebagian besar merupakan gambut dalam. Bahkan ada kubah gambut sedalam 14 meter. Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut melarang pengolahan lahan gambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih.

Pasal baru tersebut juga menegaskan larangan membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering, membakar dan atau mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut. “Pembukaan lahan ini juga berisiko meningkatkan kebakaran hutan, mengingat titik panas di sekitar konsesi PT. MPK lima tahun terakhir ratusan titik. Ditambah lagi, di konsesi tersebut sudah ada penebangan kayu.”

Tantyo mengatakan, dampak pembukaan lahan gambut bukan hanya pada orangutan, tetapi juga masyarakat sekitar konsesi perusahaan. Lahan gambut mempunyai fungsi hidrologi penting sebagai penyimpan cadangan air tawar yang cukup besar. Pembukaan gambut atau pembuatan kanal berpotensi meningkatkan kekeringan, kebakaran dan kebanjiran karena kondisi tanah tidak mampu lagi menahan limpahan air hujan.

Tantyo berharap, pemerintah pusat menjalankan moratorium gambut seperti yang diamanatkan Presiden. “Fokus kita saat ini bukan hanya orangutan, tapi memastikan kondisi alam seimbang sehingga masyarakat hidup sejahtera,” tandasnya.

Sumber https://www.mongabay.co.id/2017/02/06/zola-yang-harus-merelakan-hutan-gambutnya-hilang/

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait