Covid-19: Hubungan Zoonosis, Pasar Hewan dan Perdagangan Satwa Liar Ilegal

20 Mar 2020
Reza Septian

Covid-19: Hubungan Zoonosis, Pasar Hewan dan Perdagangan Satwa Liar Ilegal

oleh | Mar 20, 2020

Penyakit Covid-19 kini menjadi wabah global yang serius. Berdasarkan data Coronavirus Global Cases by Johns Hopkins CSSE, lebih dari 33 juta orang di dunia terkonfirmasi positif penyakit yang mulai merebak pada akhir 2019 silam (data: 1 Oktober 2020, pukul 11.00 WIB). Hingga kini, para ilmuwan berpacu menemukan obat untuk penyakit yang diduga kuat ditularkan dari satwa liar ke manusia ini. Pasalnya, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa Covid-19 bersumber dari sejumlah satwa seperti kalelawar, ular, dan trenggiling. Satwa-satwa tersebut umum dijualbelikan di pasar dan dikonsumsi masyarakat kota di mana pertama kali virus itu diduga mulai muncul.

Zoonosis dan perdagangan satwa liar

Hubungan erat antara mengonsumsi satwa liar dan menyebabkan pandemi Covid-19 menyeruak. Sejumlah satwa liar juga berpeluang untuk menjadi inang bagi virus itu. Zoonosis atau penularan penyakit dari satwa ke manusia (juga sebaliknya) disinyalir berperan menjadi faktor utama munculnya Covid-19. Satwa liar yang dibawa dan dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu seperti halnya untuk diperjualbelikan di pasar-pasar hewan dan menjadi konsumsi perlu menjadi fokus mitigasi zoonosis.

Sugiono Saputra, Peneliti Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengimbau agar masyarakat mewaspadai wabah virus tersebut dan mencegahnya muncul kembali dengan mengurangi, bahkan menghindari interaksi atau kontak langsung dengan satwa liar. Badan kesehatan dunia (WHO) juga memperkirakan bahwa 61% dari semua penyakit yang terjadi pada manusia berasal dari zoonosis. Begitu juga 75% penyakit baru yang ditemukan dalam dekade terakhir ini.

Karena itu dia menegaskan untuk tidak menangkap, menjual, memelihara bahkan mengonsumsi satwa liar guna mencegah timbulnya virus baru. Biarkan satwa liar berkembang di habitat alaminya. “Satwa liar memang ada yang dikonsumsi sebagai sumber makanan atau obat. Tetapi, risiko biologis dari pengolahan dan konsumsi hewan tersebut justru jauh lebih besar dan membahayakan, yaitu transfer virus (transmisi patogen),” ungkap Sugiono.

Sebagai upaya antisipasi, perlu langkah nyata mencegah penularan penyakit dari satwa liar ke manusia. Caranya, dengan pengendalian pemanfaatan, baik pembatasan maupun pelarangan. Namun, upaya tersebut perlu landasan kuat dari sisi ilmiah dan kesehatan. Selain itu, upaya penyadartahuan kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi satwa liar perlu dilakukan. Terutama, di masa kritis seperti saat ini.

Infografik potensi zoonosis yang membahayakan manusia.

Hal senada diungkapkan oleh Sigit Wiantoro, Peneliti Biosistematika Vertebrata Pusat Penelitian Biologi LIPI. Sigit mengatakan, dengan tidak mengganggu satwa liar dan merusak habitat alaminya merupakan solusi yang lebih tepat untuk mencegah terjadinya wabah virus di masa mendatang. Dia melanjutkan, fenomena membasmi kelelawar di beberapa daerah juga merupakan langkah yang kurang tepat, sebab hal itu justru memberikan efek yang berlawanan terhadap penyebaran penyakit.

Sigit mencontohkan, upaya pembasmian kelelawar di Amerika Selatan untuk mengontrol rabies bahkan tidak berhasil. “Yang timbul justru perubahan ekosistem yang disebabkan oleh manusialah yang menjadi penyebab utama kemunculan penyakit- penyakit yang dapat ditularkan dari satwa liar ke manusia,” kata Sigit.

Pasar hewan telah menjadi salah satu sumber ancaman nyata penyebaran penyakit zoonosis dan sejumlah kajian telah membuktikan hal tersebut. Karenanya, pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum untuk menguatkan peraturan pencegahan perdagangan satwa liar. Di samping itu, kondisi ini bisa juga dijadikan untuk mengambil langkah serius dan tegas dengan memberi hukuman setinggi-tingginya pada pelaku perdagangan satwa liar. Sebab hal ini bukan lagi sekadar isu konservasi spesies atau kesejahteraan hewan, melainkan isu kesehatan manusia secara global.

Perdagangan satwa ilegal adalah bom waktu yang tidak akan pernah tahu kapan itu meledak dan menjadi ancaman sulit dikendalikan. Selama beberapa dekade para ahli mengatakan bahwa ada risiko wabah penyakit dalam perdagangan satwa, jadi ini bukan hal yang mengejutkan ketika saat ini terjadi ledakan Covid-19. Selain itu, perdagangan satwa ilegal tidak hanya kejam, tapi juga mengurangi keanekaragaman hayati dan spesies, serta melanggengkan jaringan mafia ilegal, hal ini turut menambah rantai perdagangan satwa ilegal.

Wabah Covid-19 terus meluas ke sejumlah negara-negara di Asia, Australia, Eropa dan Amerika. Tidak terkecuali Indonesia. Pada awal Maret lalu secara resmi Presiden dan Kementerian Kesehatan mengumumkan satu kasus pertama positif Covid-19. Dalam kurun waktu empat pekan, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia meningkat menjadi lebih 1600 orang. Kini tujuh bulan berlalu, 280 ribu lebih kasus posistif tercatat di Indonesia (data resmi Pemerintah Indonesia).

Virus corona atau coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit ringan seperti flu, demam hingga infeksi saluran pernapasan. Virus tersebut umum ditemukan pada berbagai hewan mamalia, burung dan reptil. Beberapa jenis coronavirus yang sudah dikenal dapat menyebabkan infeksi serius pada manusia, di antaranya adalah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002, Middle East Respiratory Syndrome (MERS) pada 2012, dan yang terakhir adalah Covid-19 yang laporan gejala awalnya terjadi pada akhir Desember 2019 lalu.

 

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait