Kejadian kebakaran di akhir tahun 2015 bukan hanya bencana bagi manusia tetapi juga untuk orangutan. Setelah kebakaran mereda, tim penanganan konflik orangutan dan manusia (HOC) mendapati berbagai laporan ditemukannya orangutan-orangutan yang terjebak di petak-petak hutan yang tersisa dan merusak kebun masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kebakaran yang ternyata telah memutus jalur mereka untuk kembali ke hutan besar.
Salah satu laporan yang diterima oleh YIARI berasal dari nasyarakat Dusun Tanjung Gunung, Desa Sejahtera, Kabupaten Kayong Utara. Dusun ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Palung. Wilayah hutan yang menjadi pembatas antara kebun masyarakat dan TNGP turut menjadi korban kebakaran hebat tersebut. Hasil survey tim HOC pada bulan Januari menyebutkan, masyarakat tidak pernah mengalami gangguan dari orangutan sebelumnya. Memang sering ada gangguan dari satwa liar seperti monyet ekor panjang, Diperkirakan saat kejadian kebakaran, orangutan yang berkeliaran keluar dari wilayah Taman Nasional Gunung Palung terjebak di kebun masyarakat dan tidak bisa kembali ke TNGP. Gangguan baru dirasakan saat orangutan-orangutan tersebut mulai mendekati pohon-pohon buah di sekitaran wilayah masyarakat untuk mencari makan. Masyarakat yang tidak terbiasa melihat orangutan kemudian merasa terancam dengan keberadaan orangutan disekitar mereka dan juga merasa dirugikan akan tanaman kebun mereka yang kian hari diganggu.
Diperkirakan terdapat 3 individu orangutan yang terjebak di kebun masyarakat. 1 pasang induk-anak dan 1 orangutan remaja. Pada Februari 2016, tim patroli HOC kemudian ditugaskan untuk melakukan penggiringan terhadap ke tiga individu tersebut. Akan tetapi medan yang terbakar cukup luas dan saat ini sudah tergenang cukup dalam oleh air hujan ternyata cukup mempersulit usaha penggiringan tim yang terdiri dari 2 orang ini. Setelah beberapa waktu dan setelah mendapat bantuan dari warga dusun Tanjung Gunung, tim berhasil menggiring orangutan tersebut kembali ke kaki hutan hijau di wilayah TNGP.
Ini adalah keberhasilan pertama dari tim HOC dalam melakukan penggiringan orangutan kembali melalui hutan yang terbakar. Sebelumnya, akibat medan yang dinilai cukup membahayakan, akses tertutup karena pohon tumbang, ataupun hutan yang terbakar sudah tidak layak huni lagi untuk orangutan (terbakar habis), tim YIARI harus melakukan kegiatan rescue – translokasi. Kegiatan rescue merupakan opsi terakhir yang akan dipilih dalam usaha penanggulangan konflik orangutan dan manusia menilik dari resiko yang tinggi saat orangutan dibius, juga untuk petugas karena berkontak dengan orangutan liar, dan sumber daya obat-obatan serta waktu tenaga medis yang harus turun ke lapangan yang terbuang. Untuk translokasi, juga merupakan opsi yang tidak diutamakan karena harus pindahnya orangutan tersebut dari habitat aslinya. Terkadang translokasi dilakukan ke hutan yang jauh dari lokasi ditemukannya orangutan tersebut. Apabila ini terus harus dilakukan, maka orangutan hanya akan semakin terkelompok di wilayah-wilayah tertentu dan akan menghilangkan sifat endemik nya di pulau Kalimantan ini.
(Endemisme dalam ekologi adalah gejala yang dialami oleh organisme untuk menjadi unik pada satu lokasi geografi tertentu, seperti pulau, lungkang (niche), negara, atau zona ekologi tertentu)