Jokowi terkulai tak berdaya saat dokter mengangkat tubuhnya ke meja operasi. Selasa (15/01) lalu, Jokowi menjalani operasi pertamanya setelah dua tahun lalu ia diserahkan pemiliknya ke Pusat Rehabilitasi IAR Indoneisa, di Ciapus, Bogor, Jawa Barat.
Tim dokter yang melakukan pemeriksaan pagi itu mengatakan, Jokowi telah mengalami infeksi parah di bagian gusi hingga mengakibatkan pembengkakan pada wajahnya. “Infeksi itu disebabkan dari sisa-sisa gigi yang masih tertinggal di dalam gusinya,” ujar Nur Purba Priambada, dokter hewan IAR Indonesia.
Setelah hampir satu jam, akhirnya sisa-sisa gigi yang tertinggal di dalam gusi Jokowi berhasil dicabut dan ditambal. Alhasil, kini ia sudah tidak memiliki gigi lagi. Walau demikian, tindakan medis tersebut dapat meringankan penderitaan yang ia rasakan.
Jokowi merupakan kukang korban peliharaan seorang warga di Jakarta. Saat tiba di pusat Rehabilitasi IAR Indonesia kala itu, kondisinya nampak normal. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, gigi dan taring kukang malang itu sudah dipotong dan hancur.
“Kebanyakan kukang-kukang yang menjadi korban perdagangan dan pemeliharaan memang sudah dipotong giginya. Sekalipun tidak, pasti kondisinya memprihatinkan,” ucap Purba.
Purba menuturkan, pemotongan gigi kukang kerap dilakukan para pemburu dan pedagang sebelum mereka menjualnya. Hal tersebut dilakukan agar kukang tidak membahayakan calon pemiliknya. “Padahal, kukang akan mengalami penderitaan yang begitu luar biasa. Stres, tidak nafsu makan, malnutrisi hingga berujung kematian,” tambahnya.
Tidak bisa dilepasliarkan
Jokowi bernasib sama dengan banyak kukang lainnya yang tengah menjalani perawatan di pusat rehabilitasi di IAR Indonesia. Dari sekitar 170 kukang korban perdagangan dan pemeliharaan tersebut, hampir 80 persennya, dipastikan tidak dapat dilepasliarkan kembali.
Mengenai hal itu, Prameswari Wendi, Manager Animal Care IAR Indonesia menjelaskan, kukang dengan kondisi sudah tidak memiliki gigi, kemungkinan besar tidak dapat dilepasliarkan. Dengan kata lain, mereka akan tetap tinggal selamanya di pusat rehabilitasi. Hal itu disebabkan mereka tidak dapat bertahan hidup di alam.
“Tinggal selamanya di pusat rehabilitasi sebenarnya bukan solusi tepat. Tapi jika dilepasliarkan pun, mereka tidak dapat bertahan hidup di alam,” katanya.
Tinggal selamanya di pusat rehabilitasi hanya solusi sementara, sebelum nanti akhirnya dapat diputuskan solusi seperti apa yang tepat. “Sebab, mereka adalah satwa liar yang berhak untuk hidup bebas di alam menjalankan peranan di habitatnya,” pungkas Wendi.
Perdagangan menjadi ancaman besar penurunan populasi kukang. Setiap tahunnya ribuan kukang diburu dan diambil langsung dari habitatnya untuk memenuhi permintaan pasar sebagai hewan peliharaan. Sebanyak 30 persen kukang hasil perburuan mati begitu saja dalam perjalanan saat menuju perdagangan. Kukang mati karena stres, dehidrasi atau terluka akibat transportasi yang buruk.
Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal si malu-malu merupakan primata nokturnal (aktif di malam hari) yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.