Tempuh Perjalanan Panjang, Akhirnya Vijay Bersama Tiga Orangutan Lainnya Pulang ke Alam Bebas

29 Nov 2017
Admin

Tempuh Perjalanan Panjang, Akhirnya Vijay Bersama Tiga Orangutan Lainnya Pulang ke Alam Bebas

oleh | Nov 29, 2017

International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) melepasliarkan empat individu orangutan (Pongo pygmaeus) di Resort Mentatai kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Rabu (22/11).

Keempat Orangutan ini terdiri dari 2 orangutan hasil rehabilitasi yang bernama Vijay dan Lisa serta dua orangutan liar induk dan anak  bernama, Mama Laila dan Lili.

Vijay merupakan orangutan jantan berusia sekitar 6 tahun yang yang diselamatkan dari rumah warga di Tanjung Baik Budi, Ketapang, Kalimantan Barat pada bulan November 2015 silam. Ketika diselamatkan, Vijay belum lama dipelihara warga. Vijay masih menunjukkan sifat asli orangutan sehingga dia tidak memerlukan masa rehabilitasi yang lama.

Di Pusat Rehabilitasi IAR Ketapang, Vijay menunjukkan perilaku alami yang bagus. Vijay sudah mahir memanjat, membuat sarang, mencari makan sendiri serta tidak suka dekat dengan manusia. Perilaku positif yang sama ditunjukkan juga oleh Lisa, orangutan betina berusia kurang lebih 6 tahun yang masuk ke pusat rehabilitasi IAR Indonesia pada Januari 2015.

Meskipun Vijay dan Lisa tidak memerlukan waktu yang lama untuk rehabilitasi, proses rehabilitasi ini bisa memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. “Lama proses rehabilitasi ini tergantung masing-masing individu. Ada yang cepat belajar, ada pula yang membutuhkan waktu yang lama,” ujar Karmele Sanchez, Program Direktur IAR Indonesia.

“Bahkan beberapa individu tidak cukup beruntung untuk dapat kembali ke alam bebas. Beberapa dari mereka terlalu lama dipelihara dan mendapat perlakuan yang salah sehingga mereka secara permanen kehilangan kemampuan untuk bertahan hidup. Ini berarti mereka tidak akan pernah bisa dilepasliarkan seumur hidup mereka,” jelasnya.

Mama Laila dan Lili adalah orangutan induk dan anak yang diselamatkan oleh IAR Indonesia dan BKSDA Kalbar September 2017 yang lalu. Mama Laila dan Lili diselamatkan dari perkebunan warga di Jalan Tanjungpura. Mereka keluar dari habitatnya karena hutan tempat tinggal mereka yang semakin menyempit karena pembukaan hutan untuk logging dan perkebunan. Hutan yang semakin sempit berarti ruang hidup dan jumlah pakan yang semakin sedikit. Kondisi inilah yang memaksa mereka keluar dari habitat aslinya untuk bertahan hidup.

Tidak mudah

Tim pelepasliaran berangkat dari Pusat rehabilitasi IAR di Ketapang pada Senin (20/17) dini hari. Sebelumnya Mama Laila dan Lili dibius terlebih dulu oleh tim medis sebelum dimasukkan ke dalam kandang transportasi. Pembiusan ini perlu dilakukan karena Laila dan Lili merupakan orangutan liar.

Satwa dibius terlebih dahulu untuk memudahkan tim memindahkannya ke kandang transportasi. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Satwa dibius terlebih dahulu untuk memudahkan tim memindahkannya ke kandang transportasi. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Perjalanan ditempuh selama 17 jam menggunakan mobil dari Ketapang menuju Kantor Seksi Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Nanga Pinoh. Selanjutnya tim beristirahat satu malam sebelum melanjutkan perjalanan keesokan paginya. Perjalanan dilanjutkan lagi menggunakan mobil menempuh medan offroad selama 4 jam dan dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Mentatai dengan perahu selama 1 jam. Tim kemudian melanjutkan perjalanan menuju titik pelepasan pertama dengan berjalan kaki selama 1 jam.

Mama Laila dan Lili dilepaskan hari itu juga di titik pelepasan pertama sedangkan Vijay dan Lisa melanjutkan perjalanan selama 3 jam. Mereka kemudian diistirahatkan selama satu malam di kandang habituasi yang berada di dalam kawasan TNBBR. Mereka diistirahatkan untuk menurunkan tingkat stress mereka selama perjalanan dan membiarkan mereka beradaptasi terlebih dulu dengan lingkungan di sana.

Dalam kegiatan ini, tim pelepasan dibantu oleh beberapa porter dari desa-desa penyangga di sekitar kawasan TNBBBR.

“Kami sangat besyukur dengan adanya warga Mawang Mentatai dan Dusun Nusa Poring yang bisa membantu kami membawa kandang ini menuju titik pelepasan,” ujar Argitoe Ranting, Manager Survey Release dan Monitoring. “Mereka dengan luar biasa membantu kami membawa kandang seberat itu melewati gunung dan sungai sejauh lebih dari 9 kilometer di dalam hutan. Tanpa mereka kami tidak akan bisa melakukan kegiatan pelepasliaran ini,” tambahnya.

Tim menggunakan perahu menelusuri sungai menuju lokasi pelepasliaran di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Tim menggunakan perahu menelusuri sungai menuju lokasi pelepasliaran di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Esok harinya, tim melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 4 kilometer masuk lebih jauh lagi ke dalam kawasan. Sesampainya di titik pelepasan, Vijay dan Lisa segera dilepaskan. Pembukaan kandang dilakukan bersama-sama oleh perwakilan staf Balai TNBBBR. BKSDA Kalbar, Polsek Menukung, dan IAR Indonesia.

Karena Lisa dan Vijay merupakan orangutan hasil rehabilitasi, IAR Indonesia menerjunkan tim monitoring untuk memantau perkembangan kedua orangutan ini di alam bebas selama 1-2 tahun. Tim monitoring yang berasal dari desa-desa penyangga kawasan taman nasional ini akan mengikuti orangutan dari bangun tidur sampai tidur lagi.

“Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk memastikan kondisi mereka di alam bebas. Tim juga akan memastikan mereka mampu bertahan hidup di alam dan akan melibatkan tim medis bila kondisi orangutan dirasa kurang bagus.” jelas drh. Adi Irawan, Manager Operasional IAR Indonesia. Tim monitoring merupakan warga desa penyangga di kawasan TNBBBR yang sudah terlatih untuk melakukan kegiatan monitoring orangutan.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus. Survey dari tim IAR Indonesia menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah. Selain itu statusnya sebagai kawasan Taman Nasional akan lebih mampu menjaga orangutan ini dan habitatnya sebagai kawasan konservasi.

Dari kajian yang pernah dilakukan juga oleh tim ahli dari YIARI, di resort Mentatai yang termasuk dalam kawasan TNBBBR, tidak ditemukan keberadaan orangutan dan dinyatakan orangutan di sana telah punah dalam 20-30 tahun terakhir. “Harapannya kegiatan pelepaslian ini akan memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar Taman Nasional,” jelasnya.

Tim secara bergantian membawa kandang transportasi berisi orangutan menuju lokasi lepasliar. . Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Tim secara bergantian membawa kandang transportasi berisi orangutan menuju lokasi lepasliar. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Ada harapan untuk orangutan

Kepala Balai TNBBBR, Heru Raharjo berharap kerjasama dengan IAR Indonesia dan BKSDA Kalbar dapat terus berlanjut. “Harapan kami semakin banyak orangutan yang bisa hidup bebas di habitat alami mereka, akan semakin baik dan untuk menjamin para orangutan ini bisa hidup aman dan layak, kami melakukan berbagai kegiatan seperti monitoring, survey tumbuhan pakan, survey fenologi,  survey satwa pesaing, daya dukung dan lain sebagainya,” jelasnya

“Kami juga berharap kerjasama ini bisa berkembang khususnya yang terkait dengan sosial kemasyarakatan. seperti pemberdayaan masyarakat sekitar,  kebijakan mempekerjakan staf lokal dari masyarakat setempat dan juga pelatihan keterampilan dibidang pertanian dan perikanan untuk masyarakat setempat. Diharapkan dengan adanya pelibatan masyarakat lokal,  akan semakin meningkat dukungan masyarakat dalam upaya pelestarian dan konservasi orangutan di TNBBBR,  disamping memberikan manfaat nyata secara ekonomi dan budaya bagi masyarakat setempat,” bebernya lagi.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus. Survey dari tim IAR Indonesia menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih menjadi tempat pelepasliaran orangutan karena hutannya yang masih alami dan bagus. Survey dari tim IAR Indonesia menunjukkan jumlah pohon pakan orangutan yang berlimpah. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia

Sadtata Noor, Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat berpesan kepada masyarakat Kalimantan Barat agar lebih peduli terhadap kelestarian orang-utan maupun satwa liar dilindungi lainnya. “Hal ini bisa dilakukan dengan tidak lagi memelihara maupun melakukan perburuan satwa liar dilindungi karena dapat mengakibatkan punahnya satwa liar yang merupakan bagian dari ekosistem kita,” jelasnya. Sadtata juga menghimbau agar masyarakat yang masih memelihara satwa liar dilindungi agar segera menyerahkannya ke kantor BKSDA Kalbar. “Saat ini upaya preventif lebih dikedepankan. Semoga dengan terbukanya informasi ke masyarakat tentang perlindungan satwa liar dapat mendorong kelestarian satwa tersebut di alam,” pungkasnya.

“Kegiatan pelepasan ini membutuhkan waktu, tenaga, dan kemampuan yang sangat besar dari seluruh tim staff IAR, pihak TNBBBR, dan seluruh masyarakat sekitar yang membantu,” ujar Karmele Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia. “Kami sangat bangga dengan tim yang luar biasa ini, dengan teman-teman yang mendedikasikan kehidupan mereka demi menyelamatkan orang-utan. Kami juga berterimakasih kepada pihak TNBBBR, pihak kepolisian sector menukung, pemerintah desa dan seluruh masyarakat Mawan Mentatai dan Nusa Poring atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan,” tutupnya.

Sumber: Reportasenews

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait