Diduga hal ini terjadi karena ada indikasi kongkalikong dengan “orang dalam”. Salah satunya seperti yang dikatakan mantan pedagang satwa langka ini. Koi, begitu ia biasa disapa mengatakan, semenjak ia berhenti dari bisnis ini, ia justru menjadi pemerang kegiatan ini.
Ia pun sampai mengecek ke segala penjuru, bagaimana bisa bisnis seperti ini tak tercium petugas. “Sudah saya laporkan baik ke BKSDA atau kepolisian, semua nggak berani berkutik karena ada beking,” terang Koi.
Tak hanya itu, Koi juga menelusuri beberapa hewan yang dipajang di beberapa tempat wisata di Kediri, apakah hewan-hewan tersebut ada surat izin memelihara dari BKSDA, setelah ia cek ternyata tidak ada izin di BKSDA.
Selain dugaan adanya beking itu, tidak ditindaknya binatang-binatang langka ini juga diduga karena perawatan ketika dalam sitaan dirasa sulit. Apabila disita, otomatis binatang-binatang tersebut menjadi tanggungjawab pihak yang menyita. Dan ini memakan biaya yang cukup mahal meskipun pihak tersebut telah diberi biaya perawatan oleh negara.
Mengembalikan binatang liar ke habitatnya pun tak mudah. Misalnya saja kakatua besar jambul kuning. Hewan ini memiliki habitat di Sulawesi dan Nusa Tenggara. Ini artinya jika ingin melepas, pihak yang bertanggungjawab harus menuju ke hutan-hutan di daerah habitat asal. “Siapa yang mau repot seperti itu?” ujar Koi.
Sampai saat ini penjual-penjual masih bebas menjual satwa-satwa liar yang dilindungi.
Terkait hal ini, saat dikonfirmasi, Kasatreskrim Polresta Kediri AKP Ridwan Sahara mengatakan pihaknya akan menyelidiki hal ini. “Ya, akan kami lidik,” ujarnya.
Sumber: Radar Kediri Jawapos