Kukang sumatera albino yang telah dilepasliarakan pada Oktober 2018 lalu di dalam Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung akhirnya dinyatakan lulus beradaptasi dan bertahan hidup dengan baik di habitat aslinya. Pernyataan keberhasilannya itu ditandai dengan pelepasan perangkat radio collar yang dikenakan kukang langka tersebut oleh tim monitoring International Animal Rescue (IAR) Indonesia, Rabu malam (27/02).
“Sah! Radio collar di leher Alby telah dilepaskan,” ujar Firman Taufik, paramedis IAR Indonesia pada Rabu (27/02) malam.“Alby dalam kondisi prima dengan berat badan dan suhu tubuh yang normal,” tambahnya ketika memeriksa Alby sebelum ia dilepasliarkan kembali dengan tanpa radio collar.
Alby merupakan kukang sumatera albino (Nycticebus coucang) yang menjadi korban perdagangan di Lampung, Agustus 2018 silam. Saat itu, tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Wilayah III Bandar Lampung menyelamatkan Alby dari upaya seorang remaja berinisial NA di Desa Kecapi, Kalianda, Lampung Selatan, Provinsi Lampung yang akan memperdagangkannya secara online melalui jejaring media sosial Facebook.
Setelah menjalani perawatan dan pemulihan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) BKSDA Seksi Wilayah III Bandar Lampung, kukang langka tersebut akhirnya dilepasliarkan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Robithotul Huda, Manajer Program IAR Indonesia mengungkapkan, ‘lahirnya’ ia kembali menjadi kukang liar merupakan kabar menggemberikan bagi upaya konservasi dan pelestarian kukang di habitatnya. Terlebih, individu kukang sumatera ini tergolong unik dan langka.
“Dari hasil pengamatan tim monitoring, Alby telah memenuhi indikator kemampuan untuk bertahan hidup di alam. Hal itu ditunjukan dengan perilakunya yang sangat bagus. Pascapelepasliarannya, ia nampak gesit dan aktif. Karenanya kini ia bisa benar-benar hidup tanpa pantauan,” ungkap Huda.
Huda menuturkan, pelepasan radio collar ini menjadi tanda berakhirnya proses pengamatan terhadap Alby yang telah dilepasliarkan Oktober 2018 lalu. Namun, untuk mencapai ke tahap itu bukanlah perihal mudah, membutuhkan waktu dan proses yang relatif panjang. Selama sekitar enam bulan setelah dilepasliarkan, tim monitoring di lapangan mengamati perilaku Alby setiap malamnya. Dibantu perangkat radio receiver yang menerima sinyal radio dari radio collar Alby, tim mencari keberadaannya.
“Tim mengamati dan mencatat perkembangan perilaku dan daya jelajah primata noktrunal itu. Hasilnya, ia sudah memiliki daerah jelajah yang stabil dan pintar memanfaatkan pakan alami. Lebih lanjut, ia juga terpantau bersosialisasi dengan kukang liar, bertahan hidup dengan mencari makan hingga mencari perlindungan di pepohonan,” jelasnya.
Selain menjadi kabar menggembirakan, berhasilnya Alby bertahan hidup di alam merupakan sebuah indikator keberhasilan pelepasliaran kukang di kawasan hutan TNBBS. Menurut Huda, taman nasional yang menjadi salah satu situs warisan dunia ini juga merupakan kawasan konservasi ideal untuk pelepasliaran primata dilindungi jenis kukang berdasarkan survey dan penilaian habitat yang telah dilakukan.
“Sejak 2017, termasuk Alby, 32 individu kukang sumatera yang menjadi korban perdagangan dan peliharaan ilegal sudah dilepasliarkan untuk mendapatkan kehidupannya kembali,” tambahnya.
Ia menambahkan, ke depannya agar ada yang melakukan riset mengenai kukang, pasalnya hingga saat ini penelitian mendalam mengenai kukang belum banyak, khususnya mengenai keberadaan kukang albino di alam. “Banyak aspek yang dapat ditelaah secara ilmiah mengenai kukang. Mulai dari aspek ekologi, biologi, perilaku sosial, hingga tingkat ketahanan hidup kukang di alam,” pungkasnya.