Tim Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Seksi Wilayah II Pekanbaru bersama Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Harimau berhasil menyelamatkan sembilan individu primata dilindungi jenis kukang sumatera (Nycticebus coucang) dari jaringan perdagangan satwa liar ilegal melalui jejaring sosial media facebook di Kabupaten Agam, Sumatera barat.
Kesembilan individu kukang yang terdiri dari tujuh betina dan dua jantan itu disita dari dua pelaku di tempat terpisah. Pelaku pertama berinisial J diamankan di Lubuk Basung pada Rabu (20/09/2017) dan satu lagi berinisial H ditangkap pada Kamis (21/09/2017) di Maninjau, Sumatera Barat. Kini, kedua pelaku telah dibawa petugas ke Polda Sumatera Barat untuk penyelidikan lebih lanjut.
“Kami mengamankan satwa dan pelaku dari dua lokasi, pertama dari rumah dan satu lagi saat sedang membawa. Pelaku sedang proses penanganan perkara,” ujar Khairul, Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera.
Lebih lanjut, Khairul mengatakan kedua pelaku dijerat dengan Pasal 21 Ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Kumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Khairul juga berpesan terhadap para penjual satwa yang dilindungi hukum agar secepatnya menyerahkan satwa langka tersebut. Karena dengan melakukan perburuan, penjualan, memelihara atau memilikinya akan dikenakan undang-undang perlindungan satwa.
“Kami mengirimkan pesan kepada seluruh pemburu dan pedagang satwa liar bahwa kami tidak main-main dengan penanganan kasus ini,” tegasnya.
Sementara, Kepala Seksi Wilayah II Sumatera Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Edward Hutapea mengatakan, kejahatan terhadap satwa liar dilindungi di Indonesia ini umumnya merupakan jaringan.
“Jaringan inilah yang harus diputus. Mengejar orang per orang yang terlibat di dalamnya,” ujar Edward.
Dia memambahkan, penertiban terhadap pelaku kejahatan satwa liar baik pemelihara maupun pedagang harus terus dilakukan. “Untuk mendukung itu, kerjasama banyak pihak sangat dibutuhkan untuk menekan angka kejahatan itu, baik dari pemerintah, lembaga konservasi, media dan masyarakat,” tambahnya.
Edward juga memberikan peringatan terhadap masyarakat yang masih pelihara satwa liar, untuk segera megembalikannya kepada pemerintah atau lembaga konservasi. Mengurung satwa bukanlah menyelamatkan, itu justru akan membunuh mereka secara perlahan. “Sebagai konsekuensi jika masih tidak peduli, petugas akan tegas melalukan tindakan hukum terhadap pelaku baik pemelihara maupun pedagang,” katanya. “Keberlangsungan hidup satwa itu adalah warisan untuk anak cucu kita,” pungkas Edward.
Pasca penindakan, petugas mendatangkan tim medis dari Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan IAR Indonesia untuk penanganan satwa. Dari hasil pemeriksaan medis, kondisi umum satwa baik dan perilakunya masih liar.
“Kemungkinan satwa tersebut belum terlalu lama dipelihara, hanya mengalami sedikit dehidrasi, nafsu makan bagus. Tetapi ada satu anak kukang yang mengalami luka dan patah tulang di bagian betis, ” ujar Dokter Hewan IAR Indonesia, drh. Imam Arifin.
Untuk penanganan lebih lanjut terhadap satwa, tim medis melakukan perawatan rutin seperti pemberian multivitamin, pakan yang layak serta pengamatan perilaku.
“Pengecekan rutin dilakukan setiap hari untuk memastikan kondisi satwa tetap baik. Sementara ini satwa telah dititiprawatkan di pusat rehabilitasi primata di Solok, Sumatra Barat untuk pemulihannya sambil menunggu proses hukum selesai hingga bisa segera dilepasliarkan,” ujar drh. Imam Aririn.
Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Kukang juga dilindungi oleh peraturan internasional dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
Ada tiga jenis kukang di Indonesia, kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang) dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature) Redlist kukang jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah sedangkan kukang sumatera dan kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah.
Kukang terancam punah akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. Perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. 30 persen kukang hasil perburuan mati dalam perjalanan saat menuju perdagangan. Kukang mati karena stress, dehidrasi atau terluka akibat transportasi yang buruk.
Data tahun 2016 sebanyak 625 individu kukang diperdagangkan oleh 50 grup jual beli hewan di media sosial facebook. Rata-rata harga pasaran kukang dijual seharga 350-500 ribu rupiah. Sementara dari penelusuran online tim IAR terhadap akun pemelihara satwa liar di media instagram, sepanjang tahun 2015-2016 ditemukan sekitar 500 postingan negatif mengenai kukang. Konten negatif tersebut berupa foto/video ‘pamer kukang peliharaan’, selfie bareng kukang dan penggunaan kata pets/peliharaan pada caption.
Informasi:
Yayasan IAR Indonesia Jalan Curug Nangka RT 03/05 Kp. Sinarwangi Kel. Sukajadi Kec. Tamansari, Ciapus, Bogor | Phone/ Fax: 0251 – 8389232 | Mobile: 0822-1894- 2121 (Risanti – Media)
Email : informasi@internationalanimalrescue.org | Website : www.internationalanimalrescue.or.id