Pelepasliaran Orangutan di Pekan Peduli Orangutan

20 Nov 2020
Heribertus Suciadi

Pelepasliaran Orangutan di Pekan Peduli Orangutan

oleh | Nov 20, 2020

Bertepatan dengan Pekan Peduli Orangutan (Orangutan Caring Week), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) bersama IAR Indonesia melepasliarkan lima individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), di kawasan TNBBBR, Rabu (11/11). Mereka yang dilepasliarkan terdiri dari tiga individu jantan bernama Jacky, Beno, dan Puyol, serta dua individu betina bernama Oscarina, dan Isin. Kelimanya merupakan orangutan rehabilitasi yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan ilegal satwa liar dilindungi.

Jacky diselamatkan dari daerah Muara Pawan dan masuk ke pusat rebilitasi pada Agustus 2013. Selanjutnya Beno diselamatkan dari daerah Simpang Dua pada 2015, Puyol diselamatkan dari daerah Kendawangan pada 2010, Oscarina diselamatkan dari Pontianak pada 2011 dan Isin diselamatkan dari Kabupaten Kayong Utara pada 2017 silam.

Proses rehabilitasi ini tidak mudah dan bisa berlangsung lama tergantung kemampuan masing-masing individu. Rehabilitasi ini diperlukan untuk mengembalikan sifat dan kemampuan alami orangutan untuk bertahan hidup di habitat aslinya. Di alam bebas, bayi orangutan akan tinggal bersama induknya sampai usia 7-8 tahun untuk belajar dari induknya bagimana bertahan hidup di alam sebagai orangutan. Karena bayi orangutan ini dipaksa berpisah dengan induknya untuk dijadikan peliharaan, bayi orangutan ini kehilangan kesempatan untuk menguasai kemampuan bertahan hidupnya.

Pelepasliaran orangutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan Barat.

Warga lokal dari dusun penyangga kawasan TNBBBR membantu tim pelepasliaran mengangkut oranguitan menuju titik pelepasan. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia.

Kepala Balai TNBBBR, Agung Nugroho, menyatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian. Dirinya berharap, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR ini mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya. Sebelumnya, pada bulan Februari 2020, pihaknya juga melepasliarkan lima individu orangutan.

“Semua kegiatan dan kajian ini, dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan, dapat hidup aman, dan tercukupi pakannya. Ketika pelepasliaran dilakukan, bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan tetap bekerja selama lebih kurang tiga bulan, untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya,” katanya.

Pelepasliaran orangutan di kawasan TNBBBR

Dua individu orangutan mulai menikmati kebebasannya di kawasan TNBBBR. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia.

Kawasan TNBBBR dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, jumlah jenis pohon pakannya tinggi sedangkan jumlah populasi alami orangutan cukup rendah.

Untuk mencapai lokasi pelepasliaran, tim pelepasan bersama orangutan harus menempuh perjalanan darat sejauh 700 kilometer dan dilanjutkan dengan perahu dan berjalan kaki. Diperlukan waktu hingga 3 hari untuk mencapai titik pelepasan dari pusat rehabilitasi orangutan IAR Indonesia di Ketapang. Meskipun demikian, status kawasan sebagai Taman Nasional akan lebih menjamin keselamatan satwa di dalamnya.

“Dengan dilepasliarkannya 5 individu orangutan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orangutan di wilayah kerja Balai TNBBBR, yang terdiri dari 10 individu orangutan liar/translokasi, dan 41 individu orangutan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orangutan (PPKO) Ketapang,” tutur Agung.

Menyusuri sungai di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan untuk melepasliiarkan orangutan.

Perjalanan menuju titik pelepasliaran orangutan harus ditempuh dengan menyusuri sungai. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia.

Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangannya menyampaikan penyelamatan satwa berupa evakuasi, translokasi dan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan, merupakan bagian dari solusi konflik satwa dan manusia. Perlu disadari bersama, bahwa sebagai bagian dari ekosistem dan sebagai bagian dari alam, manusia harus bisa menerima kehadiran komponen alam lainnya, termasuk satwa liar.

“Sudah waktunya masing-masing belajar hidup berdampingan dalam harmoni. Manusia sebagai makhluk yang dianggap paling cerdas, memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan dan menjaga harmonisasi alam,” ungkapnya.

Program pelepasliaran ini bisa dikatakan berhasil dengan lahirnya 3 bayi orangutan secara alami di dalam kawasan Taman Nasional Bukit baka Bukit Raya dari orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di sana. Kelahiran generasi baru orangutan ini membumbungkan harapan bahwa  populasi orangutan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya serta di Kalimantan Barat pada umumnya akan terus terjaga dan lestari.

Sebelumnya pada awal November 2019, Shila yang dimonitoring setiap hari sejak pelepasan terpantau melahirkan bayi orangutan berjenis kelamin jantan yang kemudian diberi nama Dara oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, kesuksesan ini berulang ketika pada Juni 2020, orangutan hasil rehabilitasi bernama Desi juga melahirkan anak pertamanya yang berkenis kelamin betina. Oleh Menteri LHK, bayi orangutan ini diberi nama Dara. Yang paling baru, orangutan hasil rehabilitasi bernama Laksmi juga menyumbangkan generasi baru orangutan di dalam kawasan TNBBBR pada awal Oktober lalu. Oleh wakil menteri LHK, Dr. Alue Dohong, bayi orangutan betina ini diberi nama Lusiana.

Penghargaan

Berkat peran aktif dan kerja keras semua pihak, IAR Indonesia kembali mendapatkan penghargaan atas pendekatannya yang inovatif dan holistik dalam penyelamatan satwa liar dan habitatnya, khususnya di Kalimantan Barat. Penghargaan kali ini diberikan oleh BBVA Foundation di Spanyol pada bulan Oktober 2020 untuk kategori keanekaragaman hayati atas upaya pendekatan inovatif dan terintegrasi untuk melindungi keanekaragaman hayati di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dan beberapa spesies ikonik di dalamnya termasuk orangutan.

Penghargaan ini tidak lepas dari dukungan dan kerjasama yang sangat baik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, program IAR Indonesia di Kalimantan Barat dapat terwujud dan berjalan dengan baik.

Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez mengungkapkan apresiasinya kepada semua pihak yang berperan penting dalam seluruh kerja konservasi IAR Indonesia. “Saya sangat berterimakasih kepada segenap pengurus, manajemen dan staf IAR Indonesia karena tanpa mereka, program ini tidak akan bisa terealisasi. Saya juga sangat berterimakasih kepada seluruh mitra kerja IAR Indonesia, terutama kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena tanpa dukungan dan keterlibatan mereka, program kami tidak akan bisa berjalan. Terimakasih juga kami haturkan kepada seluruh masyarakat di lokasi program kami di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit baka Bukit Raya karena sebenarnya merekalah pemeran utama dalam program ini.”

Secara khusus, dewan juri yang terdiri dari para ilmuwan yang bekerja di bidang lingkungan, komunikator, ahli hukum lingkungan dan pembuatan kebijakan, serta perwakilan dari beberapa LSM konservasi juga memberikan pujian atas strategi konservasi jangka panjang IAR Indonesia dalam ekosistem yang dilanda tantangan deforestasi.

Perlindungan alam merupakan prioritas utama bagi BBVA Foundation yang selama lebih dari 20 tahun tahun telah mendukung penelitian di bidang ekologi dan biologi konservasi.  Hadiah penghargaan yang diberikan untuk masing-masing kategori mencapai 250.000 euro atau setara dengan 4,3 miliar rupiah menjadikan penghargan ini merupakan salah satu penghargaan dengan hadiah yang paling besar di seluruh dunia. Pemanfaatan hadiah ini akan dikembalikan sebesar-besarnya manfaat untuk program konservasi di TNBBBR dengan pelibatan lebih lanjut pihak Taman Nasional, pemerintah dan masyarakat setempat.

Orangutan yang dilepasliiarkan di kawasan TNBBBR.

Satu individu orangutan yang dilepasliarkan IAR Indonesia bersama Balai TNBBBR, BKSDA Kalimantan Barat. Foto: Heribertus Suciadi/IAR Indonesia.

Semua kerja konservasi yang dilakukan IAR Indonesia selama ini dilandasi visi untuk mewujudkan kehidupan di mana manusia dan satwa dapat hidup berdampingan di dalam ekosistem yang berkelanjutan. “Kami berusaha mewujudkan visi kami dengan misi untuk membangun kesadaran akan pelestarian lingkungan hidup dan mengimplementasikan sistem yang efektif di mana habitat dan satwa dapat terlindungi. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan IAR Indonesia tidak hanya fokus pada penyelamatan orangutan dan satwa liar tetapi juga bertujuan untuk membantu manusia,” ujar Karmele lagi.

Sejak berdiri pada tahun 2009 silam, IAR Indonesia bermitra dengan KLHK telah menyelamatkan lebih dari 250 orangutan dan melepaskan 129 orangutan, 46 orangutan di antaranya dilepaskan di dalam kawasan TNBBBR sejak 2016 sampai sekarang. Sebagian orangutan hasil pelepasliaran ini sudah berhasil berkembang biak di alam. Khusus untuk pelepasliaran orangutan di TNBBBR, dukungan Tropical Forest Conservation ACT (TFCA) Kalimantan berperan besar dalam pelaksanaannya mulai tahun 2017 hingga awal 2020.

“Kami ucapkan selamat atas penghargaan yang diterima dan semoga IAR Indonesia dapat meningkatkan kontribusinya dalam konservasi keanekaragaman hayati,” Puspa Dewi Liman dari TFCA Kalimantan menyampaikan harapannya. TFCA Kalimantan adalah program kerjasama pengalihan utang antara pemerintah Indonesia dan Amerika, dengan TNC dan WWF sebagai swap partner, sementara Yayasan KEHATI berperan sebagai administrator TFCA Kalimantan.

Dalam pelaksanaan kegiatan, IAR telah memadukan upaya konservasi Orangutan dengan pengembangan ekonomi masyarakat, khususnya  bagi masayrakat  yang bermukim di dalam zona pemanfaatan tradisional Kawasan TNBBBR.  Melalui pelibatan masyarakat dalam berbagai aktifitas, selain bertambahnya alternative ekonomi dan pemahaman akan konservasi orangutan, dukungan masyarakat bagi pengelolaan taman nasional juga meningkat,  sebagai contoh lebih dari 50 warga setempat yang pernah terlibat dalam pembalakan liar kini bekerja untuk IAR dalam penyelamatan dan pemulihan orangutan.  Dengan peningkatan dukungan tersebut, pengelolaan TNBBBR dapat mewujudkan fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan.

Menyadari bahwa akses penduduk di dua desa penyangga kawasan TNBBR ini jauh dari fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta perlunya peningkatan kesejahteraan manusia, IAR Indonesia juga melakukan program edukasi dan pengembangan masyarakat di dua desa penyangga ini. “Ini adalah salah satu wilayah pedalaman yang miskin di mana masyarakat bahkan tidak memiliki akses yang memadai ke fasilitas kesehatan dan pendidikan. Keadaan ini diperburuk dengan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang layak di sana. Tekanan ekonomi inilah yang kemudian mendorong mereka melakukan beberapa kegiatan yang kurang selaras dengan konservasi,” jelas Karmele

Puncak pengembangan program pendidikan adalah pada tahun 2019, dibantu oleh beberapa donator khususnya Heidi Drymer, IAR Indonesia untuk pertama kalinya memberikan program beasiswa kepada 18 anak yang memenuhi syarat untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi di Nanga Pinoh. Program yang direncanakan berjalan selama 3 tahun ini  juga akan memberikan kebutuhan sehari-hari dan perawatan kesehatan sampai anak-anak ini dapat menyelesaikan sekolahnya serta dapat menjadi panutan bagi anak-anak dusun lainya.

Melibatkan kaum muda sejak dini dalam kegiatan penyelamatan satwa dan pelestarian habitatnya, menjadi salah satu cara IAR Indonesia untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat secara bertahap, sekaligus mengedukasi masyarakat akan manfaat menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.

Dalam program pemberdayaan masayarakat, IAR Indonesia mendampingi masyarakat untuk mengolah hasil alam secara berkelanjutan tanpa merusak hutan. Pengetahuan inilah yang diupayakan IAR Indonesia dalam semua kegiatan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di area hutan dan area-area yang berdekatan dengan habitat satwa. Selain untuk menghindarkan kemunculan konflik antara manusia dan satwa, informasi tentang pengolahan produk-produk alam dengan bijak, bisa menjadi pekerjaan alternatif dan bahkan utama bagi masyarakat.

Semua pendekatan holistik dengan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat ini  ini bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat desa di sekitar taman nasional dari perilaku deforestasi menjadi penjaga hutan dengan menghentikan pembalakan liar di daerah tersebut dan mengajarkan penduduk desa tentang keistimewaan hutan mereka dan bahwa menyelamatkan hutan adalah solusi ekonomi jangka panjang yang lebih berkelanjutan daripada menghancurkannya.

“Penghargaan ini bukan merupakan tujuan dari program konservasi orangutan yang terintegrasi dengan pemberdayaan masyarakat. Penghargaan ini menunjukkan bahwa arah program kami sudah benar dan kami terpacu untuk mengembangkannya secara lebih luas dengan para pemangku kepentingan terkait,” kata Tantyo Bangun, Ketua Umum IAR Indonesia meneguhkan komitmen IAR Indonesia untuk masa depan.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

Artikel Terkait