Kisah Empat Individu Orangutan yang Terselamatkan dari Api

1 Okt 2019
Heribertus Suciadi

Kisah Empat Individu Orangutan yang Terselamatkan dari Api

oleh | Okt 1, 2019

Dalam kisah Ramayana, terdapat satu episode yang mengisahkan tentang kera putih Anoman, yang tetap hidup dari kobaran api yang melalap Kerajaan Alengka. Babak yang dikenal dengan judul “Anoman Obong” ini menjadi sebuah paradoks atas nasib sejumlah orangtuan dan satwa yang terperangkap karhutla yang berlangsung di sejumlah wilayah di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini. Mereka tentu saja tidak memiliki kesaktian seperti halnya Anoman. Yang bisa mereka lakukan adalah menunggu nasib untuk menentukan apakah mereka terselamatkan atau tidak.

Untuk inilah, IAR Indonesia meningkatkan patroli di kawasan hutan dan lahan, terutama yang mengalami dan terdampak kebakaran. Dari patroli inilah, pada 16 September lalu, salah satu staf IAR menemukan dua individu orangutan yang berada di atas pohon di tengah lahan yang sudah terbakar, di Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang. Melihat kondisi hutan di sekitar orangutan tersebut yang sudah habis terbakar, IAR Indonesia bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, memutuskan untuk segera mengevakuasi dua individu ini. Tim penyelamat segera bergerak cepat dan dalam tempo kurang dari satu jam, kedua orangutan itu sudah terbius dan segera diamankan di dalam kandang transportasi. Ketika diselamatkan, kondisi kedua orangutan ini mengalami dehidrasi, bahkan ditemukan juga peluru senapan angin di muka salah satu orangutan ini.

Kedua orangutan ini terdiri dari satu orangutan jantan yang diberi nama Bara dan satu individu orangutan betina yang diberi nama Arang. Keduanya diperkirakan berusia sekitar 20 tahun. Baik Bara dan Arang kemudian dirawat dan dipulihkan kondisinya di pusat rehabilitasi satwa IAR Indonesia-Ketapang.

Tak lebih dari sepekan kemudian, IAR Indonesia kembali mendapatkan kabar tentang individu orangutan yang terancam kelangsungan hidupnya karena habitatnya terlalap habis oleh api. Bersama BKSDA Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) 1 Ketapang, tim gabungan ini berhasil menyelamatkan satu individu orangutan di kebun karet milik warga di Desa Kuala Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, pada Sabtu (21/9). Orangutan yang diberi nama Jerit ini berjenis kelamin jantan dan diperkirakan berusia 7 tahun.

Penyelamatan Orangutan Korban Kebakaran

Saat diselamatkan, Jerit dalam kondisi sangat kurus, dehidrasi, dan terdapat luka membusuk yang melingkar di kaki kanannya akibat lilitan tali jerat. Melihat kondisinya yang semacam ini, ia kemudian menjalani perawatan oleh tim medis IAR Indonesia untuk memastikan kondisi kesehatannya sudah pulih total sebelum ia bisa dilepas kembali ke alam.

Keberadaan Jerit di wilayah tersebut sebelumnya sudah pernah dilaporkan oleh pemilik kebun karet. Berkat kerja sama yang baik antara petani dan masyarakat di areal lanskap Gunung Palung dan Sungai Putri, maka keberadaan Jerit tidak dianggap sebagai konflik. Tetapi karena hutan di sekitar kebun sudah terbakar semua, kita tidak ada alternatif, dan orangutan ini harus ditangkap dan ditranslokasi ke hutan yang aman,” ujar Argitoe Ranting, Manager Lapangan IAR Indonesia.

Di daerah Kuala Satong, Ketapang, yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung, dulunya merupakan wilayah hutan dan habitat orangutan. Akibat pembukaan lahan yang dikonversi menjadi sawit dan dengan adanya kebakaran hutan, habitat orangutan semakin mengecil. Kebakaran hutan di daerah Kuala Satong sangat luas dan menyebar. Kebakaran habitat yang luas inilah yang mendorong orangutan masuk ke kebun warga dan menimbulkan konflik manusia-orangutan. Karena itulah, meskipun tindakan penyelamatan ini adalah opsi terakhir, hal ini harus dilakukan untuk mencegah kerugian baik dari sisi manusia maupun satwa liar.

Translokasi Orangutan ke Taman Nasional Gunung Palung

Ketiga individu orangutan ini – Arang, Bara, dan Jerit – pada Jumat, 27 September lalu ditranslokasi ke Taman Nasional Gunung Palung (TANAGUPA), yang berdasarkan hasil survei, tingkat keanekaragaman pakan orangutan di dalam kasawan tersebut cukup tinggi dan status kawasannya sebagai Taman Nasional akan lebih menjamin kesalamatan orangutan dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kegiatan translokasi ini melibatkan tim gabungan Balai Taman Nasional Gunung Palung (TANAGUPA), Balai Konservasi Sumber Daya Alam Barat (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi (SKW) I Ketapang Resort Sukadana dan IAR Indonesia.

Hanya sehari berselang setelah translokasi itu, IAR Indonesia dan BKSDA Kalbar kembali menyelamatkan 1 individu orangutan jantan liar dan diperkirakan berusia 20 tahun di Desa Tanjungura, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Sabtu, 28 Desember 2019. Orangutan yang diberi nama Junai ini dievakuasi lantaran sering masuk ke kebun warga untuk mencari makan.

Orangutan Junai di Desa Tanjungpura, Ketapang

Kegiatan penyelamatan orangutan di Tanjung Pura ini berawal dari laporan masyarakat kepada Tim Mitra di Desa Tanjungpura. Menindaklanjuti laporan ini, tim Orangutan Protection Unit (OPU) IAR Indonesia melakukan verifikasi pada hari Selasa (24/9). Orangutan jantan dewasa berada di sepetak hutan yang telah terfragmentasi karena sebagian sudah terbakar. Karena dari hasil pengamatan Tim OPU serta analisis vegetasi dan pemetaan melalui drone yang dilakukan oleh tim OPU dinyatakan bahwa orangutan ini tidak bisa digiring kembali ke habitatnya karena hutan yang ada sudah terfragmentasi akibat kebakaran sehingga ditranslokasi terpaksa dilakukan sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkannya.

Pada saat dilakukan pemeriksaan medis, diketahui bahwa mata kanan orangutan ini mengalami kebutaan. Saat ini Junai sudah berada di dalam penanganan tim medis IAR Indonesia. Mereka melakukan perawatan dan pengobatan yang diperlukan dan akan memastikan kondisi kesehatannya sudah pulih total sebelum orangutan ini dilepas kembali ke alam.

Penyelamatan orangutan di tengah lahan yang terbakar ini menjadi bukti nyata bahwa kebakaran hutan dalam lahan dalam skala sebesar ini turut mengancam eksistensi keanekaragaman hayati termasuk orangutan. Orangutan yang selama ini sudah menghadapi ancaman perburuan dan pembukaan lahan, sekarang harus juga menghadapi ancaman kebakaran.

Kebakaran Hutan dn Lahan di Kabupaten Ketapang

Ketua Yayasan IAR Indonesia, Tantyo Bangun mengatakan bahwa penyelamatan kali ini hanya permulaan. “Berdasarkan pengalaman kami pada kasus kebakaran hutan pada 2015, efek kebakaran ini akan terasa bahkan sampai satu tahun pasca kebakaran. Akan banyak sekali orangutan yang kehilangan rumahnya akibat kebakaran ini. Hal ini akan memicu gelombang besar penyelamatan orangutan. Pada 2015, Kementerian LHK dan Yayasan IAR Indonesia menyelamatkan lebih dari 40 orangutan. Kementerian LHK dan Yayasan IAR Indonesia serta pusat penyelamatan orangutan lainnya bisa kewalahan menghadapi gelombang ini dan kalau hal ini terus terjadi, efeknya akan panjang dan tingkat kerentanan orangutan terhadap kepunahan akan semakin besar,” ujar Tantyo.

Karmele Llano Sanchez, Direktur IAR Indonesia menambahkan bahwa kini saatnya untuk secara serius setiap komponen masyarakat dan pemerintah, mengatasi masalah kebakaran, yang bukan hanya mengancam manusia dengan menimbulkan penyakit dan mengganggu aktivitas anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena bahaya dari asapnya, tetapi juga kebakaran hutan dan lahan ini menjadi ancaman orangutan paling utama di Kalimantan Barat. “Jika kita tidak ada upaya untuk mengatasi permasalahan ini, maka populasi orangutan akan semakin terancam.  Sudah hampir dua bulan ini tim kami bekerja keras 24 jam tanpa istirahat  untuk mengamankan tempat rehabilitasi dari kebakaran, tetapi pekerjaan untuk menyelamatkan semua orangutan yang terancam akibat kebakaran baru aja mulai. Dengan kerjasama tim dari TANAGUPA, BKSDA Kalbar dan Yayasan IAR Indonesia kondisi lebih buruk kedua orangutan ini dapat dihindari,” ujarnya.

Penyelamatan orangutan yang hanya berselang kurang dari satu minggu ini memperlihatkan eskalasi yang cukup tinggi atas karhutla di tahun ini. “Kebakaran hutan ini adalah satu bukti nyata tentang krisis mengenai perubahan iklim dan kepunahan massal di seluruh dunia. Dalam habitat orangutan yang terbakar, ada jutaan jenis satwa dan tumbuhan yang tidak bisa diselamatkan. Kita sedang dalam krisis dan kita semua tergantung pada bagaimana negara-negara di seluruh dunia dan kita semua mengambil sikap dalam menghadapi masalah ini dan menemukan soluisnya. Pemerintah dari seluruh dunia harus bergerak mulai dari sekarang sebelum semuanya terlambat untuk mengatasi masalah ini,” ujar Karmele.

 

Heribertus Suciadi

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait