Mengantar Shila dan Amin Kembali ke Hutan

21 Jun 2017
Heribertus Suciadi

Mengantar Shila dan Amin Kembali ke Hutan

oleh | Jun 21, 2017

Shila dan Amin, kedua orangutan itu akhirnya kembali ke habitatnya di hutan Kalimantan
General

Shila dan Amin, kedua orangutan itu akhirnya kembali ke habitatnya di hutan Kalimantan. Mereka dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) yang terletak di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Jumat (9/6/2017) yang lalu.

Tak mudah memang untuk mengantarkan kedua orangutan itu ke habitatnya.

Perjalanan dari Ketapang, tempat mereka di rehabilitasi di International Animal Rescue (IAR) Indonesia, menuju TNBBBR cukup panjang. Tim pelepasan dari IAR dan BKSDA Kalbar berangkat dari Ketapang sejak Rabu (7/6/2017) dinihari dan tiba di kawasan TNBBBR pada Kamis sore.

Perjalanan ditempuh dengan menggunakan mobil selama 17 jam ditambah menggunakan perahu selama 1 jam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 4 jam.

Untuk meminimalisasi tingkat stres, Amin dan Shila diistirahatkan dulu di dalam kandang habituasi selama 1 malam.

Pelepasliaran dilakukan keesokan paginya di hari Jumat di titik pelepasan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Koordinator tim medis IAR Ketapang, Sulhi Aufa, mengungkapkan, sebelum dilepasliarkan, tim medis harus memastikan kondisi Amin dan Shila dalam keadaanbaik. Mulai dari kesehatan, fisik, serta perilaku alaminya. Pada tahap terakhir sebelum dilepaskan, tim IAR Indonesia memasukkan mereka ke dalam pulau khusus untuk melakukan pengambilan data perilaku orangutan.

“Sejauh ini data perilaku Amin dan shila menunjukkan hasil yang positif. Mereka sudah mahir memanjat, mencari makan, membuat sarang, jarang sakit dan tidak ada perilaku abnormal. Ini berarti mereka sudah siap dilepasliarkan dan bertahan hidup di alam bebas,” ungkap Sulhi Aufa, Selasa (13/6/2017).

Manager Operasional IAR Indonesia Adi Irawan, menjelaskan tim monitoring merupakan warga desa penyangga di kawasan TNBBBR yang sudah terlatih untuk melakukan kegiatan monitoring orangutan.

Karena Amin dan Shila merupakan orangutan hasil rehabilitasi, IAR Indonesia menerjunkan tim monitoring untuk memantau perkembangan kedua orangutan ini di alam bebas selama 1-2 tahun. Tim monitoring yang berasal dari desa-desa penyangga kawasan taman nasional ini akan mengikuti orangutan dari bangun tidur sampai tidur lagi.

“Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk memastikan kondisi mereka di alam bebas. Tim juga akan memastikan merekasurvive dan akan melibatkan tim medis bila kondisi mereka dirasa kurang bagus,” jelas Adi.

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena statusnya sebagai Taman Nasional dapat menjamin keselamatan satwa yang ada di dalamnya, termasuk orangutan yang telah dilepasliarkan.

Selain itu, kondisi hutan di sana masih bagus dan pakan alami orangutan berlimpah. Potensi ini diketahui dari hasil survey oleh tim IAR pada tahun 2011.

Program Direktur IAR Indonesia, Karmele Sanchez, mengungkapkan sampai saat ini Pusat Penyelamatan dan Konservasi IAR Indonesia Ketapang telah menampung lebih dari 100 individu orangutan dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah sejalan dengan hilangnya habitat mereka akibat pembukaan hutan untuk perkebunan.

Hal itu juga menyebabkan IAR Indonesia semakin kesulitan menemukan hutan yang aman untuk melakukan pelepasliaran. Padahal proses rehabilitasi juga bukan sesuatu yang murah dan mudah. Perlu waktu bertahun-tahun sebelum mereka dapat dilepasliarkan.

“Proses rehabilitasi ini memakan waktu yang panjang serta dana dan effort yang tidak sedikit. Lama proses rehabilitasi ini tergantung masing-masing individu. Ada yang cepat belajar, ada pula yang membutuhkan waktu yang lama,” ujar Karmele.

“Bahkan beberapa individu tidak cukup beruntung untuk dapat kembali ke alam bebas. Beberapa dari mereka terlalu lama dipelihara dan mendapat perlakuan yang salah sehingga mereka secara permanen kehilangan kemampuan untuk bertahan hidup. Ini berarti mereka tidak akan pernah bisa dilepasliarkan seumur hidup mereka,” tambahnya.

Amin adalah orangutan jantan yang diselamatkan dari PT Karya Utama Tambang (KUT) pada 7 Maret 2013 silam. Ketika diselamatkan, Amin berusia kurang lebih 2 tahun.

Sebelumnya, Amin dipelihara oleh salah satu pekerja tambang di kawasan PT. KUT. Pemilik orangutan ini sudah mengetahui tentang adanya larangan untuk memelihara satwa yang dilindungi itu sehingga dia melaporkan orangutan yang dipeliharanya ke BKSDA Ketapang agar segera dievakuasi.

BKSDA Ketapang dan tim dari IAR Indonesia kemudian bergerak untuk menyelamatkan orangutan tersebut.

Saat ditemui kondisi Amin sangat memprihatinkan dengan rantai yang terikat di leher. Pemiliknya mengaku sempat memasang rantai di pinggang Amin. Seiring bertambahnya ukuran badan Amin, rantai itu dipindahkan ke leher.

Ketika diselamatkan tim medis IAR Indonesia menemukan banyak bekas luka di beberapa bagian tubuhnya.

Sementara Shila merupakan orangutan berjenis kelamin betina dan saat ini berusia 7 tahun. Shila diserahkan oleh Yayasan Kobus di Sintang Kepada IAR Indonesia pada tanggal 21 November 2014.

Sebelumnya Shila diselamatkan oleh Yayasan Kobus dari desa Monterado. Shila didapat dengan cara dibeli dengan harga 3 juta rupiah dan kemudian dirawat oleh Yayasan Kobus.

Selama dipelihara Shila selalu diberi makanan seperti nasi, sayur, dan buah-buahan.

Setelah diselamatkan, Shila dan Amin menjalani masa rehabilitasi di Pusat Penyelamatan dan dan Konservasi Orangutan IAR Ketapang. Masa rehabilitasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan sifat alami orangutan. Di masa rehabilitasi ini mereka belajar kemampuan dasar untuk bertahan hidup sebagai orangutan seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang. (HKT/kompas)

Sumber : https://www.matakota.id/news/86513-mengantar-shila-dan-amin-kembali-ke-hutan

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait