Menengok Tampomas, Kukang Jawa Betina yang Pernah Tersengat Listrik

13 Jul 2015
Risanti

Menengok Tampomas, Kukang Jawa Betina yang Pernah Tersengat Listrik

oleh | Jul 13, 2015

CIAPUS – Sebuah kotak berwarna hitam mirip radio samar-samar mengeluarkan suara “tuk tuk tuk”. Suaranya semakin keras ketika antena yang terhubung dengan kotak itu diarahkan ke arah jalan setapak berbatu dengan trek menurun. Petugas monitoring yang memegang antena dan kotak hitam kemudian memberikan kode kepada anggota timnya untuk menuruni bukit di hutan kawasan Taman Nasional  Gunung Halimun – Salak (TNGHS), Sabtu, 16 Mei 2015 lalu.

Tim monitoring mendengarkan suara yang keluar dari alat penerima sinyal (receiver)

Tim monitoring mendengarkan suara yang keluar dari alat penerima sinyal (receiver)

Hujan belum reda saat tiga orang anggota tim monitoring bergerak mencari keberadaan kukang hasil rehabilitasi Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) bernama Tampomas, yang dilepasliar di kawasan TNHGS Januari 2015. Dibantu dengan seperangkat radio telemetri, mereka mencari sinyal keberadaan Tampomas sejak matahari terbenam hingga tengah malam. Sudah sekitar empat bulan, primata kecil itu dilepas di habitat liarnya. Kini, satwa yang memiliki nama latin Nycticebus javanicus itu sudah memiliki area jelajah di ketinggian sekitar 750 mdpl kawasan Kalimati TNGHS.

Setelah mendaki jalanan menanjak yang rimbun dengan pepohonan, sinyal keberadaan Tampomas menunjukkan arah yang lebih rendah dari tempat tim monitoring berdiri. Tim kemudian menyusuri jalan menurun berbatu yang basah bekas hujan.  Lampu senter yang menempel di kepala menjadi alat bantu utama untuk menerangi trek yang mereka lewati. Sesampainya di area kebun warga yang dipenuhii pohon durian, suara “tuk tuk tuk” sinyal kukang semakin jelas.

Jpeg

Petugas monitoring YIARI menulis hasil pengamatan kondisi Tampomas di kawasan Gunung Salak

Sekitar pukul 20.00 WIB, Tampomas terdeteksi berada di batang cabang pohon durian. Dia sedang memanjat menuju puncak pohon durian tersebut. Salah seorang anggota tim monitoring, Mursid, dan seorang mahasiswa asing yang ikut monitoring membuka lembar pengamatan dan mencatat aktivitas Tampomas. Dengan seksama mereka mengamati setiap pergerakan Tampomas dari waktu ke waktu dan mencatatnya dalam lembaran tersebut. “Setiap malam tim monitoring bertugas untuk mencari lokasi kukang dan memantau kondisinya. Aktivitasnya dicatat hingga kukang tertidur lagi,” kata Mursyid.

Setelah memanjat pohon durian, Tampomas kemudian pindah ke pohon kicopong yang memiliki ketinggian sekitar delapan meter. Agak lama mondar-mandir di pohon kicopong, dia kemudian pindah ke pohon bamboo dan pohon sengon. “Tampomas itu sangat aktif, dia senang memanjat pohon tinggi,” ujarnya. Setelah bosan di pohon sengon, Tampomas kembali pindah ke pohon kicopong yang lain hingga akhirnya makan nektar di pohon kaliandra.

Kukang adalah binatang nokturnal (aktif di malam hari) dan arboreal (banyak menghabiskan waktunya di atas pohon). Untuk itu, kata Mursid, tim monitoring yang bertugas untuk memantau Tampomas, setiap harinya dibagi ke dalam dua shift. Shift pertama mulai matahari terbenam hingga tengah malam dilanjut dengan tim kedua yang bertugas sejak tengah malam hingga pagi atau sampai kukang tidur. Dalam tim, masing-masing memiliki tugas untuk mencari sinyal menggunakan radiotelemetri, mengamati pepohonan untuk menemukan kukang, dan mencatat hasil laporan pengamatan.

Tampomas di pohon bambu

Tampomas di pohon bambu

Menurut Mursid, Tampomas merupakan salah satu kukang yang memiliki banyak kisah unik bagi para tim monitoring. Tampomas masuk pusat rehabilitasi YIARI pada 23 September 2013 dari hasil operasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat di Tasikmalaya. Setelah menjalani rehabilitasi selama hampir setahun, Tampomas akhirnya lolos seleksi untuk dilepasliar. Juli 2014 dia masuk kandang habituasi untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya di kawasan Kalimati Gunung Salak. 10 September 2014 Tampomas keluar dari kandang habituasi dan mulai aktif di area jelajahnya. Dia juga sering turun ke kebun warga hingga akhirnya tersengat listrik.

“Saat ditemukan, kondisi tampomas sudah tersengat listrik dan segera kami bawa ke klinik YIARI,” ujar lelaki yang sudah setahun menjadi anggota tim monitoring YIARI itu.

Sekitar empat bulan Tampomas menjalani perawatan di pusat rehabilitasi YIARI hingga Januari lalu. Akhirnya Tampomas kembali dilepasliarkan dan saat ini dalam proses monitoring. Bukan hanya Muryid yang merasakan keseruan dari proses monitoring Tampomas. Namrata, volunteer YIARI dari India juga mengakui hal serupa. Menurutnya, banyak kisah lucu saat mengamati kondisi Tampomas di lapangan. Namrata bercerita, bersama anggota tim monitoring yang lain dia pernah kami menemukan Tampomas sedang asik makan nangka di atas pohon, dimana saat itu separuh badan Tampomas masuk ke dalam buahnya. “Dia makan lahap sekali sambil membuang bijinya ke bawah dan kita hanya memperhatikan sambil menelan ludah,” ujar perempuan berperawakan tinggi itu sambil tertawa.

Tampomas di pohon jambu

Tampomas di pohon jambu

Selain itu, Nam juga pernah menemukan Tampomas yang terlihat seperti kekenyangan setelah memakan banyak buah jambu. Saat ini, kondisi Tampomas tampak sehat dan semakin aktif. Dari pantauan tim monitoring di lapangan selama dua minggu pertama di bulan Mei, kondisi Tampomas menunjukkan perilaku yang semakin liar. Selain sering memanjat pohon yang tinggi, Tampomas juga senang mencari makan di sekitar tebing. Hal itu terkadang membuat tim kesulitan untuk memantau kondisi Tampomas. Namun, hal tersebut menunjukkan kondisi yang baik bagi Tampomas karena sudah semakin liar dan jangkauan wilayah untuk mencari makannya semakin luas.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait