Menangis Saat Perpisahan

10 Feb 2016
Heribertus Suciadi

Menangis Saat Perpisahan

oleh | Feb 10, 2016

Ocsya Ade CP, Kubu Raya

Suasana di lingkungan sekitar rumah Elsi, 18, tak seperti biasa. Sebuah rumah yang bersebelahan dengan bengkel mobil di Gang Budaya, Desa Ambawang, Kecamatan Ambawang, Kubu Raya itu ramai dikunjungi warga. Elsi pun bertanya-tanya dalam hati, ketika melihat mobil bertulisan Polhut terparkir di samping rumahnya.

Belum mengganti seragam sekolahnya, Elsi langsung menjerit, terkejut ketika mengetahui Boy diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar. “Saya sedih harus berpisah. Karena Boy dekat dengan saya dan selalu bermain bersama,” katanya di pintu dapur yang dekat dengan sebuah pondok tempatnya bermain dengan Boy.

Bagi Elsi, Boy adalah teman sejati. Setiap hari Elsi membantu kedua orangtuanya memberi makan dan minum Boy. “Saya dan ibu kasih dia makan bubur dan minum susu SGM 3,” timpalnya sambil mengusap air mata. Bahkan Elsi tak malu ketika pergi ke warung membawa Boy.

Saat Boy sudah dimasukan ke kandang besi di atas mobil evakuasi, ia terus menangis. Elsi kemudian menghampiri mobil tersebut agar bisa diberi kesempatan bersalaman perpisahan. Airmatanya terus terurai sambil melambaikan tangan ketika Boy sudah dibawa pergi petugas ke BKSDA.

Sebelum Boy diserahkan, Elia Natalia, ibu Elsi sempat menjelaskan, bahwa Boy sudah dirawat sejak 14 Agustus 2013. Kala itu tiga karyawan kebun sawit yang diperintah Ewaldus, suaminya, untuk mengawasi kebun sawit. Dalam pengawasan itu, ketiga karyawan ini justru menemukan bayi orangutan. Beruntung mereka segera mengevakuasi Boy yang terbaring lemah, seakan berusaha merintih namun tak berdaya. “Boy ditemukan di Hutan Wajok, Mempawah. Dia terlantar akibat habitatnya punah,” kata Elia yang juga ikut menangis.

Setelah dievakuasi ke rumahnya, Ewaldus dan Elia membuat kandang berukuran 2 x 3 meter untuk tempat tinggal Boy. Kandang itu persis di belakang rumah dan pondok santai keluarga. “Selama kami rawat, orangutan ini kami beri nama Boy Panamuan. Dia tak selamanya kami kurung, kadang kami bawa ke rumah. Bahkan diajak tidur bersama-sama juga,” ujarnya.

Boy memang tampak begitu dekat dengan keluarga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bidang pendidikan ini. Bahkan, saat mau diserahkan ke petugas BKSDA dan dikerumuni warga yang menonton, Boy tak mau lepas dari genggam erat tangannya memegang Ewaldus. Ewaldus dan beberapa kerabatnya pun tampak meneteskan airmata, ketika melepas kepergian Boy. Kesedihan itu seakan tak mampu dibendungi. Bagaimana tidak, Boy dipeliahara layaknya anak kandung. “Setiap hari kami beri Boy bubur dan susu. Jadwalnya pun teratur,” kata Elia sambil menyuapkan Boy makanan terakhir.

Umur setahun, Boy sempat sakit. Karena kondisi fisiknya yang lemah dan kurus saat ditemukan, belum pulih. Ditambah lagi, Boy harus beradaptasi di lingkungan barunya. Namun, berkat asupan gizi yang diberikan keluarga ini secara teratur, Boy tampak tumbuh sehat dan bugar. “Boy diberi makan tiga kali dalam sehari. Dimulai pukul 05.00, 12.00 dan 17.00,” ujar Elia.

Meski harus kehilangan satwa permatanya, Elia sekeluarga secara sukarela menyerahkan Boy ke BKSDA atas kesadarannya, mengenai satwa yang dilindungi. “Penyerahan ini karena rasa kecintaan terhadap orangutan dan demi menjaga kelestarian alam. Saya pun berharap kepada seluruh masyarakat sebangsa dan setanah air untuk melindungi orangutan agar tidak punah,” harapnya.

Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono mengapresiasi kesadaran masyarakat, khususnya keluarga Elia Natalia yang secara sukarela menyerahkan orangutan tersebut. “Kami mengucapkan terimakasih karena penyerahan ini benar-benar atas kesadaran masyarakat,” katanya.

Setelah diserahkan ke BKSDA, Jumat (22/1) Boy akan dibawa ke Kabupaten Ketapang, untuk menjalani rehabilitasi sebelum dilepasliarkan. “Kita lihat kondisi fisiknya. Jika sehat, maka secepatnya kita lepasliarkan,” ujarnya.

Sustyo mengatakan, salah satu habitat orangutan yang masih terjaga adalah kawasan hutan Gunung Palong. “Rencananya akan dilepaskan di situ,” ujarnya.

Penyerahan ini merupakan yang kali pertamanya di tahun 2016. Sedangkan untuk sepanjang 2015, sebanyak 40 ekor orangutan diserahkan warga. Dengan demikian, Sustyo menafsir masih banyak orangutan yang dipelihara warga. “Hewan ini dilindungi dan tidak boleh dipeliahara. Kami tentu berharap masyarakat yang masih memelihara untuk mengikuti langkah yang diambil Elia Natalia, demi menjaga habitat orangutan ini,” harapnya. (*)

 

Sumber: http://equator.co.id/menangis-saat-perpisahan/

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Apr 1, 2024

Perlu Diketahui! 7 Jenis Plastik ini Sering Kita Pakai 

Sobat #KonservasYIARI pada mulanya plastik diciptakan manusia sebagai pengganti paper bag, loh! Seiring berjalannya waktu plastik diproduksi secara besar-besaran.  Tidak hanya itu, kini plastik sudah menjadi pencemar lingkungan seperti kemasan plastik sekali...

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait