Kronologi Penyelamatan Orangutan yang Tersesat di Kebun Warga

8 Jan 2018
Admin

Kronologi Penyelamatan Orangutan yang Tersesat di Kebun Warga

oleh | Jan 8, 2018

International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Resort Sukadana dan Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP) berhasil mentranslokasi satu individu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dari kebun warga di desa Riam Berasap, Kabupaten Kayong Utara, ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP), Kamis (4/1).

Orangutan jantan dewasa ini pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh Supri, salah seorang warga Desa Riam Berasap pada bulan Juli 2017. Lokasi penemuan orangutan ini berbatasan langsung dengan kawasan TNGP. Menanggapi laporah tersebut, tim Orangutan Protecting Unit (OPU) IAR Indonesia segera mengirim tim patroli untuk memverifikasi laporan tersebut. Namun, tim patroli saat itu tidak menemukan orangutan yang dilaporkan.

Laporan berlanjut

September 2017, IAR Indonesia kembali menerima laporan mengenai orangutan yang tersesat di desa Riam Berasap. Tim patroli yang datang langsung ke lapangan hanya menemukan jejak dan sisa buah-buahan yang dimakan orangutan tersebut. Mendekati musim buah pada akhir tahun, laporan orangutan masuk ke perkebunan warga menjadi lebih sering sehingga tim patroli memutuskan untuk berpatroli secara rutin di lokasi pelaporan. Selama melakukan patroli rutin, tim sering menemukan orangutan di daerah tersebut dan mengusirnya ke arah hutan.

“Persoalan konflik antara masusia dan orangutan semakin sering terjadi akibat kerusakan hutan yang merupakan habitat alami orangutan. Tidak ada solusi yang tepat untuk persoalan ini,” kata Karmele L. Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia. “Di satu sisi masyarakat merasa dirugikan, di sisi lain, orangutan hanya masuk di kebun akibat kerusakan habitatnya sendiri,” jelasnya.

Orangutan akhirnya ditemukan pada Kamis (4/1) di perkebunan milik warga di dekat Jalan Ketapang-Siduk. Tim OPU IAR Indonesia segera menghubungi tim rescue dan berkoordinasi dengan pihak TNGP dan BKSDA untuk mentranslokasi orangutan ini ke tempat asalnya di kawasan TNGP yang lebih aman. Tim rescue terdiri dokter hewan dan sejumlah animal keeper, membutuhkan waktu 2 jam untuk menangkap orangutan tersebut. Pembiusan dilakukan dengan menggunakan senjata bius khusus untuk menghindari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan tim rescue dan orangutan sendiri.

Setelah orangutan sudah dalam kondisi tidak sadar, tim medis segera bergerak cepat memeriksa kondisi orangutan. “Secara umum kondisi orangutan ini bagus, hanya saja ada luka sobek di cheekpad kanan depan dan belakang. Lebar luka di cheekpad depan sekitar 1,5 cm dan di belakang sekitar 2 cm sehingga kita perlu menjahit lukanya terlebih dulu sebelum mentranslokasikannya,” ujar drh. Sulhi Aufa, koordinator tim medis IAR Indonesia.

Tim medis menjahit luka sobek yang dialami Lulup. Foto: Heribertus/IAR Indonesia

Tim medis menjahit luka sobek yang dialami Lulup. Foto: Heribertus/IAR Indonesia

Berdasarkan formulasi gigi, orangutan yang diberi nama Lulup ini diperkirakan berusia lebih dari 25 tahun. Tim rescue memeriksa dan menjahit luka Lulup selama 1 jam sebelum akhirnya Lulup siap ditranslokasikan. “Kemungkinan luka ini diakibatkan oleh peluru. Kita sering menemukan peluru pada orangutan yang berasa di sekitar kebun milik warga masyarakat,” tambahnya lagi.

Perjalanan menuju titik pelepasan di dalam kawasan TNGP melibatkan 4 orang porter dari warga di sekitar kawasan. Perjalanan menuju titik pelepasan ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Setelah bekerja selama satu hari penuh, tim rescue IAR Indonesia bersama tim BKSDA dan TNGP berhasil merelokasi orangutan ini ke tempat yang lebih aman.

“Meskipun sukses dan berjalan lancar, translokasi bukanlah solusi utama, translokasi hanya solusi sementara atas konflik seperti ini”, ujar Karmele Sanchez. “Kejadian seperti ini bisa berulang lagi kalau permasalahan terkait dengan landscape belum teratasi. Untuk program konservasi secara landscape, kita perlu kerjasama dengan seluruh stakeholder, bukan hanya warga dan pemerintah, tetapi juga perusahaan yang mempunyai lahan perkebunan di dalam atau di sekitar habitat orangutan. Saat ini kami sudah bekerjasama dengan BKSDA Kalbar dan Balai TNGP untuk fokus pada solusi jangka panjang terkait dengan permasalahan seperti ini di areal Riam Berasap. Harapannya, kasus seperti ini tidak terjadi lagi di depannya,” paparnya.

Tim memindahkan Lulup ke tempat yang lebih aman di kawasan TN Gunung Palung, Kalimantan Barat. Foto: Heribertus/IAR Indonesia

Tim memindahkan Lulup ke tempat yang lebih aman di kawasan TN Gunung Palung, Kalimantan Barat. Foto: Heribertus/IAR Indonesia

Penanganan konflik orangutan

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung, Dadang Wardhana sangat mengapresiasi kegiatan ini. Menurutnya, kerja sama multi-stakeholder dengan masyarakat yang secara responsif menanggulangi permasalahan konflik orangutan ini harus terus berjalan. “Saya menghimbau kepada masyarakat untuk tidak memasang jerat karena orangutan merupakan satwa langka dan dilindungi undang-undang. Kami juga menghimbau apabila ada orangutan memasuki kebun agar dilaporkan kepada petugas BTNGP, IAR Indonesia atau BKSDA,” katanya.

Senada dengan pernyataan Kabalai TNGP, Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut serta dalam kegiatan ini. “Kerja konservasi memang merupakan kerja bersama. Pemerintah dalam hal ini UPT KSDAE tidak akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal jika tidak ada peran serta para pihak seperti IAR dan warga masyarakat.”

Konflik antara manusia dan orangutan dinyatakan sebagai salah satu alasan terbesar atas perburuan dan pembunuhan orangutan di Kalimantan. Orangutan dan manusia berkonflik untuk mendapatkan sumber daya yang sama.  Riam Berasap dan lokasi sekitarnya seperti Kuala Satong, Semanai, Tanjung Gunung adalah lokasi hotspot konflik orangutan. Sejak tahun 2015, IAR sudah menyelamatkan puluhan orangutan dari seluruh lokasi tersebut. Pada Desember dan Januari ini, jumlah konflik semakin bertingkat karena tanaman buah milik warga memasuki masa panen.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait