Kisah Haru Joss, Bayi Orangutan Malang

25 Jan 2016
Heribertus Suciadi

Kisah Haru Joss, Bayi Orangutan Malang

oleh | Jan 25, 2016

www.mongabay.co.id –  Joss, adalah bayi orangutan berusia sekitar dua tahun. Setelah dibeli dari pemburu, sepanjang hidupnya Joss tinggal bersama keluarga Dahlan, warga Parit Baderi, Kecamatan Teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Hingga akhirnya, petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) mendatangi Muhammad Dahlan, untuk mengevakuasi Joss.

“Bulan puasa akan datang, genap dua tahun Joss kami pelihara,” kata Dahlan. Dahlan menuturkan, ia membeli orangutan tersebut dari seseorang di daerah Paket, karena kasihan. Dahlan mengaku tidak mengetahui bila orangutan merupakan satwa dilindungi. Dibeli seharga Rp500 ribu, Dahlan pun memelihara orangutan yang kemudian dinamai Joss.

 

Joss saat dievakuasi oleh drh Adi Irawan, anggota tim YIARI, dari rumah Dahlan. Foto: Aseanty Pahlevi

 

Selama dipelihara, Dahlan mengaku memperlakukan Joss layaknya manusia. Karena masih bayi, Joss hanya diberi susu. Joss tinggal di rumah Dahlan, bersama empat anaknya. Joss begitu akrab dengan anak-anak Dahlan. Anak bungsunya, Elly, bahkan keberatan saat mengetahui Joss akan diambil. Sambil mengamati pembicaraan orangtuanya dengan petugas BKSDA, si anak memeluk Joss erat. Elly tumbuh bersama Joss, Dahlan pun memperkirakan usianya kurang lebih sama. Joss dan Elly minum susu dengan merek yang sama.

Tak sedikit warga yang menyatakan kepada Dahlan berniat membeli Joss. Namun, Joss bagi keluarga tersebut sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Dahlan takut, jika Joss dijual nantinya tidak diperlakukan dengan baik. Jika sakit, Joss diberi obat yang sama dengan manusia.

Heribertus Suciadi,  Media dan Komunikasi YIARI menambahkan, keberadaan Joss berawal dari laporan Yayasan Palung ke BKSDA Seksi Ketapang. “BKSDA kemudian menghubungi YIARI untuk menjemput orangutan tersebut. Saat kita datangi, pemilik sukarela menyerahkan Joss setelah dijelaskan satwa tersebut tidak boleh dipelihara,” katanya.

Satuan Tugas Penanganan Konflik Satwa BKSDA Ketapang, Adi Susilo, melengkapi dengan menambahkan materi penyadartahuan bagi warga setempat. “Setiap masyarakat dilarang memelihara orangutan, selain karena sudah diatur dalam undang-undang, juga bisa membahayakan kesehatan manusia yang tinggal bersamanya. Berdasar aturan, BKSDA berhak menindak siapa saja yang kedapatan memelihara atau sengaja memiliki orangutan sebagai hewan rumahan. Untuk semua jenis hewan langka dan dilindungi dapat dipidana maksimal 5 tahun dengan denda sedikitnya Rp50 juta dan maksimal Rp100 juta.”

Adi mengatakan, orangutan sakit bisa menularkan penyakitnya ke manusia seperti hepatitis, tuberculosa, rabies, cacing, toxoplasmosis, psitacosis, salmonellosis, leptospirosis, dan herpes.

 

Dahlan (baju kuning) melihat anaknya yang enggan menyerahkan Joss, saat dievakuasi oleh YIARI dan BKSDA Kalbar. Foto: Aseanty Pahlevi

 

Dipelihara dan mendapat kasih sayang dari manusia, ternyata tidak menjamin kebahagiaan Joss. Jacklyn Eng, dokter hewan di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan YIARI, saat memeriksa Joss, menyatakan kondisi orangutan ini cukup memprihatinkan. “Dia terlihat stres dan selalu memeluk dirinya sendiri,” kata Jacklyn.

Joss memeluk dirinya sendiri karena ia mungkin merindukan kontak fisik yang ia dapatkan dari ibunya. Jacklyn juga menyatakan Joss bertingkah abnormal.  “Karena stres, terkadang berjalan dan memukulkan kepalanya ke lantai. Ini menyedihkan,” imbuhnya.

Joss merupakan orangutan pertama yang diselamatkan YIARI di 2016 ini setelah YIARI menyelamatkan tidak kurang 44 individu orangutan sepanjang 2015. Direktur Program YIARI Ketapang, Karmele Sanchez mengungkapkan, saat ini ada 99 orangutan di pusat penyelamatan YIARI. Karmele menduga, upaya untuk merehabilitasi Joss kembali ke alam bebas, sama seperti proses rehabilitasi orangutan lainnya, memakan waktu bertahun. Waktu yang panjang ini tidak hanya diperlukan untuk belajar cara bertahan hidup, tapi juga untuk memulihkan dari trauma psikologis.

“Memelihara orangutan tidak hanya ilegal, tapi juga merupakan kekejaman bagi satwa langka yang cerdas ini. Kami berharap, lebih banyak orang yang membantu kami untuk menyelamatkan orangutan sebelum terlambat,” pungkasnya.

Sumber: www.mongabay.co.id

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait