Kebebasan 15 Kukang Sekaligus Kado Istimewa Bagi Jomblo dan Lilo di Hari Hutan Internasional

22 Mar 2018
Admin

Kebebasan 15 Kukang Sekaligus Kado Istimewa Bagi Jomblo dan Lilo di Hari Hutan Internasional

oleh | Mar 22, 2018

Sebanyak 15 individu kukang jawa korban perdagangan satwa dilindungi di Bandung dan Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2016 lalu, akhirnya dilepasliarkan di hutan Suaka Margasatwa Gunung Sawal (SMGS) Ciamis, Jawa Barat pada Rabu malam, 21 Maret 2018, bertepatan dengan peringatan Hari Hutan Internasional (International Day of Forest). Pelepasliaran tersebut merupakan kerja sama antara Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dengan Yayasan IAR Indonesia.

Kepala BBKSDA Jawa Barat, Sustyo Iriyono mengatakan, sebelumnya kelima belas primata yang terancam punah itu telah menjalani masa habituasi di lokasi yang sama sejak awal Februari 2018. Masa habituasi perlu dilakukan guna memulihkan kondisi kukang dari stres. Selain itu, habituasi juga menjadi tahapan bagi kukang untuk memulai adaptasinya di lingkungan baru serta mengenalkan mereka dengan pakan alaminya.

Sustyo mengungkapkan, Suaka Margasatwa Gunung Sawal merupakan salah satu hutan alami yang masih tersisa di wilayah Priangan Timur khususnya Kabupaten Ciamis. “Selain menjadi habitat sebaran kukang di Pulau Jawa, hutan Gunung Sawal juga menjadi lokasi pelepasliaran. Kawasan tersebut memiliki potensi dari segi ketersedian pakan, tempat berlindung, keamanan kawasan dan dukungan masyarakat sekitar sebagai komponen penting dari suatu lokasi pelepasliaran,” paparnya.

Satu persatu kukang keluar dari kandang habituasi menuju pepohonan yang rimbun di kawasan SM Gunung Sawal, Ciamis, Rabu malam 21 Maret 2018. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Satu persatu kukang keluar dari kandang habituasi menuju pepohonan yang rimbun di kawasan SM Gunung Sawal, Ciamis, Rabu malam 21 Maret 2018. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Selain itu dirinya mengingatkan, peringatan hari hutan ini bisa menjadi momentum untuk merefleksikan diri kembali, sudah sejauh mana kepedulian kita terhadap hutan. “Setiap tahun kita memperingati hari hutan, jangan sampai hal itu hanya sekadar peringatan tahunan saja. Lebih dari itu, hari hutan bisa menjadi pengingat kita untuk lebih peduli. Sudahkah kita peduli hutan yang menjadi habitat dan naungan bagi satwa liar termasuk kukang?” tanyanya. “Selain memberikan manfaat bagi kita, menjaga hutan sama saja menjaga keberlangsungan satwa liar di alam,” tutur Sustyo di kantornya, Jalan Gedebage, Bandung, Jawa Barat.

Lebih lanjut Sustyo menuturkan, untuk menjaga hutan atau mengembalikan satwa liar ke habitat alaminya termasuk kukang, bukanlah perkara yang sederhana. Menurutnya, hal tersebut tidak mudah seperti merusak atau mengambilnya di alam. Tidak sedikit tenaga, jerih payah dan materi yang perlu dipersiapkan untuk mengembalikan hutan dan satwanya kesediakala. “Waktu dan tahapan yang diperlukan juga sangat panjang. Satu, bahkan dua tahun cenderung tidak cukup untuk mengembalikan sifat liar alamiah mereka, terlebih satwa tersebut sudah lama dipelihara oleh manusia,” tegasnya.

Dibantu radio receiver, sejak sore tim mencari keberadaan Lilo dan Jomblo di alam untuk kemudian dilanjutkan memotong radio collar di kedua kukang itu. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Dibantu radio receiver, sejak sore tim mencari keberadaan Lilo dan Jomblo di alam untuk kemudian dilanjutkan memotong radio collar di kedua kukang itu. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Kado istimewa

Selain melepasliarkan 15 individu kukang jawa di hutan Gunung Sawal, peringatan hari hutan sedunia ini juga menjadi kado istimewa bagi Jomblo dan Lilo. Dua individu kukang jawa yang telah dilepasliarkan pada Agustus 2017 lalu itu akan dilepas radio collar. Pasalnya, kedua kukang itu telah dinyatakan lulus beradaptasi dan bertahan hidup dengan baik di habitat aslinya.

Robithotul Huda, Manajer Program IAR Indonesia mengatakan hal tersebut juga menjadi sebuah pencapaian dan kado istimewa bagi tim yang terdiri dari IAR, BBKSDA Jawa Barat serta masyarakat lokal. Untuk mencapai ke tahap itu, menurutnya membutuhkan waktu dan proses panjang. Huda menuturkan, setelah melewati proses habituasi dan pelepasliaran, kukang akan dipantau sedikitnya selama enam bulan.

“Tim memantau kondisi keduanya di alam pasca-pelepasliaran Agustus 2017 atau selama lebih dari enam bulan hingga saat ini. Setiap malam tim dibantu dengan radio receiver mencari keberadaan kukang, kemudian mencatat daya jelajah, perilaku, perkembangan hingga cara dia ia bertahan hidup seperti mencari makan dan mencari perlindungan di pepohonan.”

Dengan dilakukannya pemotongan radio collar ini, Jomblo telah sah menjadi kukang liar kembali. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Dengan dilakukannya pemotongan radio collar ini, Jomblo telah sah menjadi kukang liar kembali. Foto: Reza Septian/IAR Indonesia.

Pelepasan radio collar menjadi tanda berakhirnya proses pemantauan oleh tim terhadap Jomblo dan Lilo. Tim monitoring mengungkapkan bahwa perilaku keduanya di alam sangat bagus. Mereka sudah memiliki daerah jelajah yang stabil dan pintar memanfaatkan pakan alami. Lebih lanjut, keduanya juga terpantau bersosialisasi dengan kukang liar.

Berhasilnya Jomblo dan Lilo bertahan hidup di alam merupakan indikator keberhasilan pelepasliaran kukang di hutan Gunung Sawal. Luas Suaka Margasatwa Gunung Sawal sekitar 5.400 hektare juga merupakan kawasan konservasi ideal untuk pelepasliaran primata dilindungi jenis kukang. “Sejak 2014 sekitar 55 individu kukang jawa hasil rehabilitasi IAR dan serahan warga ke BKSDA Ciamis sudah dilepasliar di hutan Gunung Sawal,” papar Huda.

Kukang (Nycticebus sp) atau yang dikenal dengan nama lokal malu-malu merupakan primata yang dilindungi oleh Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Kukang juga dilindungi oleh peraturan internasional dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Ada tiga jenis kukang di Indonesia yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang) dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature) Redlist kukang jawa termasuk dalam kategori kritis atau terancam punah sedangkan kukang sumatera dan kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah.

Kukang terancam punah akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. Perdagangan untuk pemeliharaan memegang peran besar dalam mendorong kepunahan kukang. 30 persen kukang hasil perburuan mati dalam perjalanan saat menuju perdagangan. Kukang mati karena stres, dehidrasi atau terluka akibat transportasi yang buruk. Sesampainya di pedagang, kukang kembali mengalami penderitaan yaitu pemotongan gigi taring.

Dalam satu tahun terakhir, tidak kurang dari 1359 individu kukang diperdagangkan di lebih dari 1070 akun penjual dan 50 grup jual beli kukang di media sosial facebook. Rata-rata harga pasaran kukang dijual seharga Rp 400.000,. Kemudian selama 2016-2017 terdapat 2.094 ekor kukang yang diambil paksa dari habitatnya, sementara jumlah kerugian negara akibat perdagangan kukang dan biaya rehabilitasinya memakan dana Rp 59 miliar pada kurun waktu yang sama.

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait