Oleh : Gita Pratiwi
Sumber : Pikiran Rakyat
Masih jelas dalam ingatan dokter hewan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia bagaimana kondisi Gisel saat sosoknya hadir pertama kali di pusat rehabilitasi kampung Sinarwangi, Ciapus, Tamansari, Kabupaten Bogor, November 2013. Gisel bersama ratusan kukang lainnya diterima YIARI sebagai barang bukti dan tangkapan dari mereka yang menjualbelikan, memelihara, menelantarkan dan memburu secara liar primata ini.
Kondisi umum kukang sitan itu bertubuh kurus, malnutrisi, giginya dpotong, terkena infeksi kulit, diare dan sakit pernafasan. Ada juga bayi yang terpisah dari induknya. Setelah hampir tiga tahun dirawat, Gisel dan sembilan individu kukang sumatera (Nycticebus coucang)telah siap menapaki habitat asli mereka.
YIARI membawa mereka ke lokasi lepas liar di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Batutegi, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Kamis (15/10/2015). Gisel dilepas bersama teman-temannya yang dinamai Mix, Lina, Binok, Gisel, Kabut, Piala, Usum, Raffi, Indo dan Alex.
Sebelum dilepasliarkan, kesepuluh kukang telah menjalani pemeriksaan medis, proses karantina dan tahapan rehabilitasi seperti pengenalan pakan alami.
“Dari hasil pemeriksan medis, sekarang kondisi kesehatan kukang baik, tidak membawa penyakit dan kondisi tulangnya bagus sehingga bisa masuk tahapan selanjutnya untuk dilepasliarkan.” ujar Koordinator Manajemen Satwa YIARI, Wendi Prameswari.
Pada awalnya, kukang tidak benar-benar dilepas. Mereka tinggal di rumah sementara di Batutegi dengan bentuk lahan terbuka dikelilingi plastik fiber selama satu sampai tiga bulan. Di dalamnya tumbuh berbagai jenis pepohonan hijau untuk pakan dan tempat tidur kukang, jadi si malu-malu mampu beradaptasi.
“Setiap malam tim melakukan monitoring untuk melihat perilaku kukang. Apabila kondisinya bagus, sudah bisa beradaptasi dengan alam dan bisa bertahan, barulah kukang itu bisa benar-benar dilepas ke habitatnya di kawasan KPH Batutegi Lampung,” kata Koordinator Staf Survey Release Monitoring YIARI Muhidin.
Untuk memudahkan pengamatan, kukang terlebih dahulu dipasang radio collar di bagian leher. Radio collar berfungsi sebagai pengirim sinyal yang nantinya ditangkap oleh antenna dan menimbulkan bunyi di penerima sinyal. Alat itu masih terpasang sampai setahun ke depan untuk mempermudah pengeawasan tim monitor.
Kukang atau dikenal dengan si malu-malu merupakan primata yang dilindungi Undang-undang No 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999. Kukang juga dilindungi oleh peraturan internasional dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Engangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. (Gita Pratiwi/”PR”)***