Cerita Monyet Ekor Panjang Sebelum Dilepasliar

2 Mei 2015
Risanti

Cerita Monyet Ekor Panjang Sebelum Dilepasliar

oleh | Mei 2, 2015

CIAPUS – Rabu sore, 25 Maret 2015 lalu, di kandang rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia di Ciapus, Bogor, Jawa Barat, lima orang perawat satwa dan tiga orang petugas medis tengah bersiap untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap primata jenis monyet ekor panjang. Mereka mempersiapkan diri dengan menggunakan seragam khusus, sepatu booth, sarung tangan dan masker mulut sebelum masuk ke dalam kandang satwa. Setelah menggunakan seragam sesuai prosedur, masing-masing anggota tim pun mulai melaksanakan tugasnya.

Sore itu, sembilan monyet ekor panjang telah lolos seleksi untuk dilepasliarkan ke habitat alaminya di Pulau Panaitan, kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten. Ke sembilan monyet itu terdiri empat ekor jantan dan lima ekor betina yaitu, Peti, Maja, Rooney, Joy, Sentul, Moka, Maja, Mona, Coki dan Janu. Mereka berasal dari sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta dan BKSDA Bogor, serta serahan sukarela dari masyarakat yang dititiprawatkan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia di kaki Gunung Salak, Ciapus, Bogor.

Perawat satwa menangkap monyet ekor panjang di kandang jebak di Pusat Rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia, Ciapus, Bogor Jawa Barat. Monyet itu dibius terlebih dahulu untuk selanjutnya menjalani pemeriksaan medis sebelum dilepasliar.

Perawat satwa menangkap monyet ekor panjang di kandang jebak di Pusat Rehabilitasi Yayasan IAR Indonesia, Ciapus, Bogor Jawa Barat. Monyet itu dibius terlebih dahulu untuk selanjutnya menjalani pemeriksaan medis sebelum dilepasliar.

Butuh proses panjang yang harus dilalui monyet-monyet itu sebelum akhirnya bisa pulang ke rumah asalnya di habitat liar. Mereka harus menjalani karantina, pemeriksaan kesehatan, observasi perilaku, pengenalan pakan alami, pengelompokan grup, dan pemberian pengayaan untuk menstimulir perilaku satwa.

“Satwa liar yang terlalu lama kontak dengan manusia itu berpotensi membawa penyakit tertentu, salah satunya penyakit zoonosis yang bisa menular dari dan ke manusia ataupun hewan. Untuk itu, saat pertama masuk Yayasan IAR Ciapus, mereka menjalani proses karantina terlebih dahulu,” ujar petugas medis Yayasan IAR Indonesia, drh. Nur Purba Priambada.

Setelah dinyatakan sehat, monyet ekor panjang kemudian masuk kandang rehabilitasi untuk bersosialisasi dengan kelompok dan direhabilitasi untuk kembali berperilaku satwa liar pada umumnya. Karena setelah lama berinteraksi dengan manusia, pada umumnya monyet ekor panjang lupa pada perilaku liarnya. “Tim juga memantau perubahan perilaku monyet secara berkala, setelah perilakunya mendekati perilaku liar barulah monyet itu masuk tahap pelepasan,” kata drh. Purba.

Petugas medis mencatat waktu pemberian obat bius kepada monyet ekor panjang di Pusat Rehabilitasi, Ciapus, Bogor, Jawa Barat.

Petugas medis mencatat waktu pemberian obat bius kepada monyet ekor panjang di Pusat Rehabilitasi, Ciapus, Bogor, Jawa Barat.

Masuk pada tahap pelepasliaran, monyet ekor panjang masih harus menjalani proses pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Monyet yang akan dilakukan pemeriksaan, dipuasakan dan terlebih dahulu dan ditempatkan di kandang jebak khusus. Pemuasaan dilakukan karena satwa akan dibius selama pemeriksaan berlangsung.

Pemeriksaan dimulai dengan penimbangan berat badan, tes penyakit atau parasit, penyuntikan obat cacing, pengambilan sampel darah dan pemasangan mikrocip sebagai alat identifikasi. Setelah tahapan medis selesai, monyet ekor panjang kemudian dimasukkan ke kandang transportasi untuk segera ditranslokasi atau dipindahkan ke habitat alaminya.

Satwa dimasukkan ke dalam kandang transportasi untuk ditranslokasi atau dipindahkan ke kandang habituasi.

Satwa dimasukkan ke dalam kandang transportasi untuk ditranslokasi atau dipindahkan ke kandang habituasi.

Manajer program Yayasan IAR Indonesia Ciapus, Richard S. Moore mengatakan, pada umumnya kondisi monyet ekor panjang yang dibawa ke pusat rehabilitasi YIARI sudah dalam keadaan traumatik sehingga butuh waktu lama merehabilitasi mereka untuk mengembalikan sifat liarnya. “Nasib monyet ekor panjang di Indonesia saat ini kurang mendapatkan perhatian. Di beberapa kota besar di Indonesia masih sering ditemukan adanya kasus penangkapan monyet ekor panjang yang ditangkap dari alam dan kemudian dijual untuk dijadikan hewan peliharaan, atau dimanfaatkan sebagai hewan pertunjukan (topeng monyet),” kata dia.

Dalam proses menjadi topeng monyet itu, umumnya monyet dieksploitasi dan dilatih dengan paksa untuk melakukan suatu perilaku atau aktivitas sebagaimana dilakukan oleh manusia. Padahal, monyet merupakan jenis primata yang memiliki sifat sosial yang tinggi dan hidup dalam kelompok besar di alam. “Ketika dipelihara sendiri dengan pakan yang tidak memadai dan kondisi tempat yang tidak layak, mereka akan menderita secara fisik dan mental,” ujarnya.

Namun, hingga saat ini berdasarkan peraturan perlindungan satwa liar, monyet ekor panjang belum memiliki status perlindungan hukum dan masih diperdagangkan dalam jumlah yang besar. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) Redlist mengkategorikan monyet ekor panjang dalam status Least Concern, sementara oleh CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) tercatat sebagai Apendiks II.

 

Dukung satwa-satwa dilindungi Indonesia dengan membagikan kisah ini di sosial mediamu atau ikut berdonasi untuk satwa-satwa di pusat rehabilitasi kami dengan mengklik link di sini.

Kabar YIARI

7
Apr 1, 2024

Perlu Diketahui! 7 Jenis Plastik ini Sering Kita Pakai 

Sobat #KonservasYIARI pada mulanya plastik diciptakan manusia sebagai pengganti paper bag, loh! Seiring berjalannya waktu plastik diproduksi secara besar-besaran.  Tidak hanya itu, kini plastik sudah menjadi pencemar lingkungan seperti kemasan plastik sekali...

7
Mar 25, 2024

Yuk Kenali Primata Indonesia dengan Status Kritis di Alam!

Kata pepatah tak kenal maka tak sayang. Oleh sebab itu Sobat #KonservasYIARI harus kenal dengan primata di Indonesia yang memiliki status Critically Endangered (CR) atau kritis di alam. Primata yang memiliki status konservasi kritis di alam menandakan bahwa primata...

Artikel Terkait